<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6077693976780833028\x26blogName\x3dNabelle+Marion+Elsveta\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nabellemarion.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com/\x26vt\x3d-4581477069342913430', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
Transfigurasi Kelas 2
Herbologi kelas 2
Harmonika Gisell
Gerbong 5 : Kompartemen #13
I Want My DRAGON! (Belle Pov)
I Want My DRAGON (SILVER Pov)
I Want My DRAGON (Belle Pov)
I Want My DRAGON (Silver Pov)
I Want My DRAGON (Belle Pov)
I Want My DRAGON (Silver Pov)


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Minggu, 10 Januari 2010 @ 01.36
`She's a Pedophilia Virus

Paras gadis kecil itu terlihat pucat. Kilau yang biasa terlihat pada surai-surai keemasannya kini seolah redup tanpa semangat. Di bagian bawah kedua matanya terlihat bayang kehitaman karena nyaris tidak tidur selama beberapa hari sejak pertemuan pertamanya dengan Zeus, kakak sepupunya. Meski gadis kecil itu tak bilang apa-apa pada Zeus, sejak hari itu dia sulit tidur. Kesunyian malam selalu membuatnya ingin berpikir dan berpikir—menelusuri jaring-jaring ingatan dalam kepalanya yang tak lagi sempurna. Rasa ingin tahunya yang besarlah yang membuat gadis kecil itu keras kepala untuk memaksa ingatannya kembali. Hal itu selalu membuat kepalanya sakit setiap malam dan melemahkan tubuhnya hari lepas hari.

Belle, begitulah dia disapa oleh semua orang yang mengenalnya. Sore itu ia berjalan menyusuri pekarangan Hogwarts yang luas dengan kaki-kaki mungilnya yang terbalut boots putih kesayangannya. Tubuhnya terlindungi oleh sweater pink sebatas pinggul dan rok lipit putih selutut. Beberapa hari ini, kepalanya selalu dihiasi dengan topi kupluk untuk menutupi keningnya. Terlalu malu untuk menunjukkan deretan aksara sewarna darah yang tertulis di kening mungilnya. Sampai hari ini pun, Belle tetap merasa bahwa tante erumpent itu tidak adil karena telah memberinya hukuman yang kejam seperti itu padahal dia berniat untuk membantu orang lain dengan merapal mantra di luar sekolah. Jika tulisan itu hanya beberapa hari saja bertengger, Belle masih bisa terima dengan sukarela. Tapi ini, PERMANEN! Anak perempuan mana yang rela di dahinya tertulis kata-kata memalukan seumur hidup? Langkahnya kini menghentak-hentak karena kesal.

Di punggungnya, tersampir sebuah case gitar berwarna putih. Tentu saja ada gitar di dalamnya. Gitar pink kesayangannya dengan lubang berbentuk hati di tengah-tengahnya, Heart. Yep, sore itu pun, Belle hendak menyegarkan pikiran dengan bersantai di pinggir danau, bermain gitar dan bernyanyi. Kegiatan yang hampir setiap hari dia lakukan sejak bersekolah di Hogwarts. Bedanya tahun ini, dia hampir selalu ditemani oleh Zeus.

Zeus panjang umur. Baru saja gadis kecil itu teringat padanya dan sekarang dia melihat kakak sepupunya itu sedang sibuk melakukan push-up di depan dua orang gadis kecil. Salah satunya dia kenali sebagai sepupu dari Silver, sedangkan yang satu lagi, yang sedang memeluk boneka itu sepertinya juniornya di Ravenclaw. Anak yang manis. Belle pun mempercepat langkahnya menghampiri mereka.

"Hai, Emmy. Masih ingat aku?" sapanya ramah dan, "Halo, adik kecil. Siapa namamu? Aku Belle. Kelas 2, Ravenclaw. Kalau tak salah kamu di Ravenclaw juga, kan?"

Kemudian gadis kecil itu berjongkok di samping Zeus yang masih push-up dengan gemetar, "Zeus sedang apa? Sudah gemetaran begitu," dan matanya terbelalak ketika melihat darah mengalir deras dari luka di lengan anak laki-laki itu. Gadis kecil itu buru-buru menarik tubuh Zeus dan jatuh terduduk ketika bobot tubuh anak laki-laki itu menimpa tubuh mungilnya, "Zeus bodoh! Luka di lenganmu terbuka dan berdarah, kenapa masih push-up! Demi Merlin! Dari dulu Zeus selalu saja meremehkan luka!"

Eh? Tunggu. Tadi Belle bilang 'dari dulu'?

******

Gadis bersurai keemasan itu hanya terdiam ketika Emmy menceletuki kata-katanya dan Calnera mengancam tak mau mengenal Zeus lagi. Gadis kecil itu terdiam karena dia terkejut dengan sebuah impresi masa lalu yang hadir begitu saja, begitu mendadak dalam benaknya. Bukankah dia tak ingat sedikitpun tentang Zeus? Lalu, bagaimana dia bisa tahu bahwa kakak sepupunya itu sejak dulu selalu meremehkan lukanya? Darimana dia tahu bahwa kakak sepupunya itu adalah seorang anak laki-laki yang serampangan? Tanpa sadar dia mengigit jemari kanannya. Termenung.

Nampaknya, Zeus pun menyadari keganjilan pada kata-katanya barusan karena tiba-tiba saja anak laki-laki itu mengangkat tubuhnya dan berbisik padanya. "Belle, kau sudah ingat? Kau tadi bilang dari dulu aku selalu meremehkan luka! Kau sudah ingat?" Anak laki-laki itu menatapnya tersenyum. Senyuman penuh harap yang nampaknya tak terkabulkan saat ini.

Gadis kecil itu menatap iris perak Zeus dengan tatapan bingung. Perlahan gadis kecil itu menggeleng. "Tidak. Belum. Belle tak ingat apa-apa. Hanya tiba-tiba tahu. Belle tak ingat apa-apa, belum." Gadis kecil itu mulai kebingungan. Namun kali itu, dia berusaha untuk tetap tenang dan tidak histeris ketakutan. Dia mulai terbiasa dengan segala keganjilan yang mengerikan itu. Usapan jemari Zeus di pipinya membuatnya merasa lebih rileks. Gadis kecil itu berusaha tersenyum. "Setidaknya, sudah mulai ingat sedikit demi sedikit."

“Sakitnya kurang? Mau kutambah sakitnya, eh?” ujar Emmy tiba-tiba sambil berdiri—Belle menggulirkan kristal perak kembarnya menatap gadis itu dengan heran. Gadis tomboy itu menggosok kedua tangannya dan melakukan stretching. Nampak siap menghajar Zeus, sepertinya. “Sudah siap? Atau mau berhenti?”

"Tak perlu begitu, Emmy. Zeus sudah berhen—"

BRUKK

Kata-katanya terputus ketika Zeus tiba-tiba saja ambruk tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, terlalu banyak darah yang keluar dari luka di lengannya.

"ZEUS!! Demi Merlin!" pekik gadis kecil itu sembari mengeluarkan selembar sapu tangan dari saku sweaternya dan mengusap lengan Zeus yang masih mengeluarkan darah. Dan lagi-lagi bayangan masa lalu menamparnya. Kedua telapak tangan kecilnya berlumuran darah. Bau amis darah tercium pekat dan teriakan-teriakan ilusioner mulai berdengung di telinganya. Gadis kecil itu memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. Teriakan ibunya, teriakan almarhum ayahnya dan teriakan dirinya sendiri terdengar demikian jelas. Sosok Zeus yang pingsan kini berganti menjadi sosok ayahnya yang terkapar berlumuran darah di benaknya. Ayahnya masih hidup dan membelai wajahnya saat itu sebelum akhirnya kedua matanya tertutup untuk selamanya.

Daddy?

Kristal cair bening mulai mengalir dari sudut matanya. Gadis kecil itu tahu bahwa yang barusan berkelebat di benaknya adalah kenangan saat kematian ayahnya. Dia ada disana menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri saat ayahnya menghembuskan nafas terakhir. Entah kenapa, Teresa dan yang lainnya membohongi dia dengan mengatakan bahwa ayahnya meninggal dalam tugas.

Siapa yang bunuh Daddy?

Gadis kecil itu cepat-cepat menggigit bibirnya dengan keras ketika menyadari bahwa saat ini Zeus perlu bantuannya. Dia tak boleh tenggelam dalam ingatan yang tiba-tiba datang sekarang. Dia menggelengkan kepalanya dengan keras, berusaha mengusir segala impresi dan gambaran yang memaksanya untuk mengingat. Tidak. Tidak sekarang. Dihapusnya airmata yang membasahi wajahnya. Dia harus tegar.

"Emmy, bisa tolong bersihkan lukanya? Zeus bilang, selama ini Emmy yang merawat lukanya. Belle mau coba bangunkan dia dengan, "Belle merogoh ke dalam sakunya, mengeluarkan sebuah botol kaca berwarna pink, "minyak wangi ini."

"Calnera, bantu aku basahi sapu tangan ini dengan air danau, ya," ujarnya lembut pada gadis kecil yang sedang menggendong boneka. Dia berusaha tenang meski jantungnya sekarang berdebar keras. Gadis kecil itu menggeser duduknya, mendekati kepala Zeus. Air matanya kembali mengalir, sosok Zeus saat ini benar-benar mengingatkannya pada hari kematian ayahnya.

Apakah Zeus akan mati juga?

Perlahan diangkatnya kepala Zeus dan diletakkan di pangkuannya. Gadis kecil itu cemas setengah mati. Untung saja, sebelum ini dia sudah pernah menghadapi kejadian yang hampir sama sehingga sekarang dia selalu membawa-bawa botol minyak wangi kemana-mana. Dibukanya botol minyak wangi tersebut dan didekatkannya ke hidung Zeus agar anak laki-laki itu bisa menghirup aroma pekat minyak dan terbangun. Sementara tangan kirinya memegang botol parfum, tangan kanannya mengelus-elus kening Zeus dengan lembut. "Zeus bodoh. Jangan mati karena hal konyol begini! Hiks."

Label: