♥ Disclaimer
I'm currently 13 years old
♥ Belle's Diary
Dear Diary ♫
♥ Memorable Stories
Contents
Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫
♥ Archives
Recent Posts
♥ The Last Puzzle (1st Person PoV)
♥ The Last Puzzle
♥ The Prince and The Flower Fairy; 1986
♥ Pieces of Memory (Belle's PoV)
♥ She's a Pedophilia Virus
♥ Transfigurasi Kelas 2
♥ Herbologi kelas 2
♥ Harmonika Gisell
♥ Gerbong 5 : Kompartemen #13
♥ I Want My DRAGON! (Belle Pov)
Date back by month
♥ November 2009
♥ Desember 2009
♥ Januari 2010
♥ Februari 2010
♥ Mei 2010
♥ Juni 2010
|
♥ Selasa, 15 Juni 2010 @ 10.26
`The Last Puzzle (1st Person PoV)
Elsveta Castle Novgorod, Russia. January 10’ 1980
Langit sore itu sama dengan langit pada sore-sore lainnya. Didominasi dengan warna biru yang lembut bagaikan susu ditambah dengan semburat kemerahan dari cahaya matahari yang akan segera menunaikan tugasnya. Aku berbaring terlentang di atas hamparan rumput hijau yang lembut. Rok terusanku pun terbentang melebar di atasnya dengan beberapa helai rumput patah menempel di permukaan yang berenda. Aku sedang menatap lurus ke langit tepat pada satu gumpalan awan yang sejak beberapa menit lalu menggoda bola mata perakku untuk terus memandangnya. Aku tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tanganku tinggi-tinggi dan menunjuk gumpalan awan itu dengan bersemangat. Mencoba menarik perhatian kakak sepupuku, Zeus, yang berbaring di sampingku.
“Lihat, Zeus! Belle menemukan beruang!” ujarku dengan nada riang. Kedua bola mataku masih terpancang kokoh menatap sang beruang putih. Tak mau repot-repot memastikan apakah Zeus menoleh ke arahku atau tidak. “Awannya benar-benar berbentuk beruang!” ujarku lagi. Tak sabar menunggu Zeus mengiyakan apa yang kulihat. Butuh waktu satu menit sampai akhirnya anak laki-laki berambut pirang platina itu bersuara.
“Yang mana, sih?” tanya Zeus dengan nada penasaran lalu memandangiku dengan tatapan heran.
Aku tahu, Zeus sering berpikir bahwa aku adalah anak yang aneh dengan sejuta khayalan dan imajinasi yang takkan pernah tergapai olehnya. Aku tahu tentang itu dari Mum. Zeus pernah mengatakan tentang pemikiran tersebut pada Mum dan Mum mengatakannya padaku. Aku pun akhirnya melepaskan pandanganku dari si beruang putih dan menoleh untuk menatap bola mata Zeus yang sewarna dengan milikku.
“Zeus payah,” ujarku sembari menurunkan tanganku dan meletakkannya di atas perut. Bibirku mengerucut ketika aku mendengus kesal menatap kakak sepupuku yang begitu minim imajinasi. Entah sudah berapa kali hal semacam ini terjadi. Seharusnya aku sudah siap dengan reaksi Zeus. Sulit sekali berbagi hal-hal yang menyenangkan jika orang yang kau ajak bicara bahkan tak paham apa yang sedang kau bahas. Berbeda dengan ayahku, Boris, yang senantiasa memahami apa yang kuucapkan. “Padahal kali ini benar-benar berbentuk beruang,” keluhku lagi. Kuangkat tubuh mungilku ke posisi duduk. Kulipat kedua kakiku untuk menjadi penopang kedua tangan dan kepalaku. Bisa kulihat dari sudut mataku kalau Zeus pun mengikuti apa yang kulakukan.
“Maaf,” ujar Zeus. Dia menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut lalu dia terbatuk. Zeus hanya satu tahun lebih tua dariku. Mum bilang, Zeus datang ke kastil tempatku tinggal ketika usiaku masih dua tahun dan tinggal bersama kami semenjak itu. Tubuh Zeus lemah sejak dulu. Dia mudah sekali terserang flu. Sekarang setelah lima tahun berlalu, aku bahkan tak pernah melihat paman dan bibiku datang menjenguk Zeus. Apakah mereka tak merindukan Zeus? Aku tak bisa membayangkan tinggal di tempat orang lain tanpa bisa bertemu kedua orangtuaku. Tapi, Zeus sendiri sudah tak ingat seperti apa wajah kedua orangtuanya. Kedua orangtuaku sudah menjadi pengganti orangtua baginya.
“Kau tak apa-apa, Zeus?” tanyaku cemas memandangi Zeus yang masih saja terbatuk. Aku tak suka melihat Zeus sakit dan terbaring di atas tempat tidur. Aku lebih suka Zeus yang sehat karena Zeus yang sehat tahu banyak sekali permainan yang menyenangkan. “Sebaiknya kita masuk saja ke dalam. Sebentar lagi waktu makan malam tiba,” ajakku. Kakak sepupuku tersenyum. Dia mengangguk setelah mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa meski aku tahu itu hanya untuk membuatku tenang saja. Zeus selalu begitu. Label: FF
|
♥ The Webmistress
(Nabelle Marion Elsveta)
[Nama -- Panggilan]: Nabelle Marion Elsveta – Belle | Marion
[Status Darah]: Halfblood
[Tempat dan Tanggal Lahir]: Novgorod - Russia, 13 Januari 1973
[Asrama]: Ravenclaw
[Tahun Masuk Hogwarts]: 1984
[Peliharaan]: 2 ekor puffskein warna kuning muda (Banana) dan hijau lemon (Lime).
[Tongkat sihir]: Birch 25.5cm; inti Nadi Naga Kerdil Islandia
[TRIVIA]: Di hari kematian ayahnya, Nabelle diberi jampi ingatan Obliviate oleh kakek Rusia untuk menutupi kenyataan tentang kematian ayahnya yang sebenarnya.
|
♥ Selasa, 15 Juni 2010 @ 10.26
`The Last Puzzle (1st Person PoV)
Elsveta Castle Novgorod, Russia. January 10’ 1980
Langit sore itu sama dengan langit pada sore-sore lainnya. Didominasi dengan warna biru yang lembut bagaikan susu ditambah dengan semburat kemerahan dari cahaya matahari yang akan segera menunaikan tugasnya. Aku berbaring terlentang di atas hamparan rumput hijau yang lembut. Rok terusanku pun terbentang melebar di atasnya dengan beberapa helai rumput patah menempel di permukaan yang berenda. Aku sedang menatap lurus ke langit tepat pada satu gumpalan awan yang sejak beberapa menit lalu menggoda bola mata perakku untuk terus memandangnya. Aku tersenyum lebar dan mengangkat sebelah tanganku tinggi-tinggi dan menunjuk gumpalan awan itu dengan bersemangat. Mencoba menarik perhatian kakak sepupuku, Zeus, yang berbaring di sampingku.
“Lihat, Zeus! Belle menemukan beruang!” ujarku dengan nada riang. Kedua bola mataku masih terpancang kokoh menatap sang beruang putih. Tak mau repot-repot memastikan apakah Zeus menoleh ke arahku atau tidak. “Awannya benar-benar berbentuk beruang!” ujarku lagi. Tak sabar menunggu Zeus mengiyakan apa yang kulihat. Butuh waktu satu menit sampai akhirnya anak laki-laki berambut pirang platina itu bersuara.
“Yang mana, sih?” tanya Zeus dengan nada penasaran lalu memandangiku dengan tatapan heran.
Aku tahu, Zeus sering berpikir bahwa aku adalah anak yang aneh dengan sejuta khayalan dan imajinasi yang takkan pernah tergapai olehnya. Aku tahu tentang itu dari Mum. Zeus pernah mengatakan tentang pemikiran tersebut pada Mum dan Mum mengatakannya padaku. Aku pun akhirnya melepaskan pandanganku dari si beruang putih dan menoleh untuk menatap bola mata Zeus yang sewarna dengan milikku.
“Zeus payah,” ujarku sembari menurunkan tanganku dan meletakkannya di atas perut. Bibirku mengerucut ketika aku mendengus kesal menatap kakak sepupuku yang begitu minim imajinasi. Entah sudah berapa kali hal semacam ini terjadi. Seharusnya aku sudah siap dengan reaksi Zeus. Sulit sekali berbagi hal-hal yang menyenangkan jika orang yang kau ajak bicara bahkan tak paham apa yang sedang kau bahas. Berbeda dengan ayahku, Boris, yang senantiasa memahami apa yang kuucapkan. “Padahal kali ini benar-benar berbentuk beruang,” keluhku lagi. Kuangkat tubuh mungilku ke posisi duduk. Kulipat kedua kakiku untuk menjadi penopang kedua tangan dan kepalaku. Bisa kulihat dari sudut mataku kalau Zeus pun mengikuti apa yang kulakukan.
“Maaf,” ujar Zeus. Dia menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut lalu dia terbatuk. Zeus hanya satu tahun lebih tua dariku. Mum bilang, Zeus datang ke kastil tempatku tinggal ketika usiaku masih dua tahun dan tinggal bersama kami semenjak itu. Tubuh Zeus lemah sejak dulu. Dia mudah sekali terserang flu. Sekarang setelah lima tahun berlalu, aku bahkan tak pernah melihat paman dan bibiku datang menjenguk Zeus. Apakah mereka tak merindukan Zeus? Aku tak bisa membayangkan tinggal di tempat orang lain tanpa bisa bertemu kedua orangtuaku. Tapi, Zeus sendiri sudah tak ingat seperti apa wajah kedua orangtuanya. Kedua orangtuaku sudah menjadi pengganti orangtua baginya.
“Kau tak apa-apa, Zeus?” tanyaku cemas memandangi Zeus yang masih saja terbatuk. Aku tak suka melihat Zeus sakit dan terbaring di atas tempat tidur. Aku lebih suka Zeus yang sehat karena Zeus yang sehat tahu banyak sekali permainan yang menyenangkan. “Sebaiknya kita masuk saja ke dalam. Sebentar lagi waktu makan malam tiba,” ajakku. Kakak sepupuku tersenyum. Dia mengangguk setelah mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa meski aku tahu itu hanya untuk membuatku tenang saja. Zeus selalu begitu. Label: FF
|
♥ Tagboard
ShoutMix chat widget
|
♥ Friends
Naoto Matsushima
Zeus Pierre
Chiaki Kashiwabara
Allyriane Lakeisha Colette
Faye L. Azursky
Funny
Guffaws
|
♥ About this Site
Designer : Nicole
Basecode : Fang Min
Banner : Xiaorene
Material: Cyworld
Cursor : Lovelycore
Graphics : Creambunny
|