<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6077693976780833028\x26blogName\x3dNabelle+Marion+Elsveta\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nabellemarion.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com/\x26vt\x3d-4581477069342913430', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
The Last Puzzle (1st Person PoV)
The Last Puzzle
The Prince and The Flower Fairy; 1986
Pieces of Memory (Belle's PoV)
She's a Pedophilia Virus
Transfigurasi Kelas 2
Herbologi kelas 2
Harmonika Gisell
Gerbong 5 : Kompartemen #13
I Want My DRAGON! (Belle Pov)


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Kamis, 31 Desember 2009 @ 19.57
`Harmonika Gisell

Perawakan gadis kecil itu kini sedikit lebih tinggi dari tahun lalu, surai keemasannya yang panjang pun kini dipangkas sebatas bahu—menonjolkan sisi kanak-kanak yang memang masih melekat dalam pribadi seorang Nabelle Marion Elsveta di usianya yang ke-12. Naif, demikian kata orang-orang yang berkomentar tentang dirinya. Polos dan mudah percaya, itulah dia. Takkan ada yang percaya bila kepingan-kepingan masa lalu gadis kecil itu sesungguhnya adalah kepingan-kepingan gelap, hitam, sehitam langit malam. Dia sendiri pun belum mengetahui rahasia di balik masa lalunya yang kini tersimpan begitu rapat dalam memorinya dan tak mampu untuk digalinya sendiri. Ya, kau benar. Ada sihir yang mengikat jauh di dalam benak gadis kecil itu dan belum waktunya untuk diungkapkan.

Gadis kecil itu sulit untuk tidur. Terlalu malas untuk berdiam di kamar. Boris, dragon cat-nya sudah tertidur meringkuk dalam kandang kecilnya. Gadis itu kemudian mengambil sweater hijau mudanya dan mengenakannya di luar mini-dress putihnya. Berniat untuk berjalan-jalan sejenak di tepi danau, tempat favoritnya di Hogwarts. Tungkai mungilnya yang terbungkus boots beludru berwarna hitam melangkah santai menyusuri tangga demi tangga kastil, memperhatikan lukisan-lukisan yang sibuk bergerak dan meracau. Langkahnya kini sudah membawanya keluar dari kastil. Angin telah menyapanya, mengayunkan helaian keemasannya dengan lembut. Gadis kecil itu tersenyum, tak berhenti melangkah hingga tiba pada tujuannya—tepi danau hitam.

Di sana gadis kecil itu duduk dalam diam. Memperhatikan permukaan danau hitam yang tenang tak beriak. Begitu damai, tak seperti hatinya yang masih kalut dengan rasa penasaran tentang masa lalunya. Gadis kecil itu hanya berpura-pura tak peduli di hadapan kakak sepupunya padahal dia begitu ingin tahu. Ingin tahu tentang semua yang terjadi sebelum hari dimana dia terbangun dan melupakan semuanya. Ingin tahu kenapa ingatannya hilang tak berbekas hingga melupakan seseorang yang seharusnya begitu dekat dengan dia. Melupakan setiap kenangan sebelum ulangtahunnya yang ke-7. Namun, jawaban itu tak pernah datang. Sedikit pun tidak. Gadis kecil itu mendesah pelan. Benak mudanya masih belum bisa memahami kerumitan yang ada di balik misteri itu. Belum mampu menerka apa sesungguhnya yang telah terjadi dan kenapa.

Samar-samar, dia mendengar alunan suara harmonika. Sebuah lagu sendu yang mengisi sunyi malam itu. Sebuah lagu yang dimainkan dengan penuh perasaan. Gadis kecil itu memejamkan kedua kelopak matanya, menikmati setiap alunan musik yang mengalir di udara, masuk ke dalam relung hatinya. Sendu memang, tapi damai. Terusik oleh rasa ingin tahu, Belle bangkit berdiri dan melangkah mengikuti arah alunan harmonika itu. Siapa yang memainkannya? Langkahnya terhenti ketika permata kembarnya menangkap satu sosok anak laki-laki yang sangat dikenalnya. Gadis kecil itu tersenyum dan melangkah mendekat.

"Kak Chall bisa main harmonika, ya. Yang tadi itu, lagu apa?" Gadis kecil itu menghempaskan bokongnya, duduk di samping Challaza. Jemari kanannya sibuk merapikan poninya, berusaha menutupi tulisan sewarna darah yang memalukan di kening mungilnya.

Ahhh, semoga Kak Chall tidak melihatnya!



Gadis kecil itu masih sibuk merapikan poninya, dia tak menduga bahwa dia akan bertemu seseorang malam itu sehingga lupa menggunakan ikat kepala untuk menutupi keningnya. Untunglah yang ditemuinya adalah Challaza yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Kalau yang ditemuinya adalah senior jahat seperti prefek ular, bisa habis dia dijadikan bulan-bulanan. "Oh...kau Belle. Ya begitulah. Belle bisa main harmonika juga?"

Gadis kecil itu mengangguk pelan, sebisa mungkin tidak menggerakan poninya. Malu bila tulisan 'Saya hanya penyihir muda yang payah dan belum bisa melakukan apa-apa serta masih perlu banyak belajar' di keningnya terlihat. Terus terang, tulisan itu membuatnya sangat sedih, rasanya dia seperti seorang penyihir kecil nakal yang tak bisa apa-apa. Padahal kemampuan sihir Belle termasuk bagus dan Belle bukan anak nakal. Gadis kecil itu sadar bahwa memang dia telah berbuat salah dengan menggunakan sihir di luar sekolah, tapi dia melakukan itu untuk membantu juniornya membetulkan payung. Bukan untuk melukai atau mengerjai orang lain. Seharusnya, tante gemuk yang seperti hansip itu bisa memberikan kompensasi dan tidak bertindak semena-mena terhadapnya. Bukankah orang dewasa seharusnya lebih bijaksana? Ah, ya sudahlah. Yang sudah terjadi tak bisa diulang lagi. Belle harus mempersiapkan hati untuk menjalani kehidupan dengan tulisan merah darah di dahinya untuk selamanya.

"Bisa. Tidak terlalu jago seperti kakak, sih. Belle lebih menguasai piano dan gitar," ujar gadis kecil itu menjawab pertanyaan Challaza. Malam itu, angin sepertinya bertiup cukup kencang. Sejuk. Tapi angin itu membuat poni tipis si gadis kecil tersibak tanpa sempat dia tutupi. "Ah.." Gadis kecil itu buru-buru meletakkan kedua tangannya menutupi keningnya.

Aduh, pasti Kak Chall melihatnya!

Challaza jelas telah melihat jalinan aksara tolol di keningnya itu. Lihat saja bagaimana Challaza mengamati keningnya dengan tatapan menyelidiki. Dan sebentar lagi, kakaknya itu pasti akan bertanya. Siapapun pasti akan ingin tahu soal keningnya itu. Tapi, Belle tak keberatan menceritakan semuanya pada Challaza. Dia masih kesal dan ingin menumpahkan semuanya.

"Err...Belle, itu kenapa da..."

"Ini..."

"Lumayan juga."

Gadis kecil itu menutup mulutnya kembali ketika seorang anak perempuan tiba-tiba datang mengomentari permainan harmonika Challaza. Belle dengan polosnya terpana melihat sebatang rokok tersemat di sela-sela jari seniornya itu. Dia belum pernah melihat seorang anak perempuan merokok. Teresa bilang, anak perempuan tidak sepantasnya merokok. Selain tidak baik untuk kesehatan, citra seorang perempuan yang merokok biasanya jadi negatif. Gadis kecil itu mengamati di tempat saat Challaza menyapa senior tersebut memperkenalkan diri, kemudian gadis kecil itu memutuskan untuk melambaikan tangan dan tersenyum pada seniornya itu. "Hai. Aku Belle."

Challaza kemudian kembali duduk dan menyandarkan kepala di batang pohon. "Hmm...Belle, kau percaya dengan adanya teman sejati?" Tiba-tiba Challaza melontarkan pertanyaan yang bagi seorang gadis kecil seperti Belle merupakan pertanyaan yang sukar dijawab. Gadis kecil itu menoleh menatap Challaza dengan ekspresi bingung yang kentara. Saat itulah dia menyadari ada sesuatu yang janggal dari kakaknya. Hidung anak laki-laki itu merah dan iris birunya yang indah terlihat tersaput oleh sesuatu yang bening. Airmata?

"Kak Chall... menangis?" ujarnya lirih. Nada khawatir tersirat dengan jelas dari intonasi suaranya yang lembut. "Kak Chall, tak apa-apa?" Terdiam sejenak. Gadis kecil itu mencoba mencari jawaban atas pertanyaan Challaza mengenai teman sejati. Keningnya berkerut samar sementara Challaza kembali meniupkan harmonikanya, mengalunkan lagu sendu yang tadi dia dengar. Gadis kecil itu paham, kakaknya sedang sedih. Well, apakah Belle percaya dengan adanya teman sejati sementara gadis kecil itu tak punya siapa-siapa yang bisa disebutnya sebagai sahabat? Ingatannya tentang teman-teman hanya sebatas kehidupannya di Hogwarts. Sebelumnya, dia tak punya kenangan apapun tentang 'teman'.

Gadis kecil itu menunggu hingga lagu yang dimainkan oleh Challaza usai sebelum akhirnya dia membuka mulut dan menjawab seadanya, "Belle tak tahu soal sahabat sejati, Kak. Belle sebelum datang ke Hogwarts ini belum pernah punya teman sebaya. Ehm—di sekolah ini pun, belum ada yang bisa Belle sebut sahabat. Belle cuma punya banyak sekali kakak. Ada Kak Arshavin, Kak Artois, Kak Raye, Zeus dan... Kak Chall! Hehehe." Gadis kecil itu kemudian memeluk Challaza, dia hanya bisa menghibur dengan memberi sebuah pelukan untuk saat ini. "Kak Chall, jangan sedih."


BRUGG!!!


Gadis kecil itu melepaskan pelukannya ketika menyadari ada seseorang yang terjatuh di dekat mereka. Challaza dengan sigap menghampiri gadis itu dan mengangkatnya bersama seorang seniornya di klub drama ke pohon besar tempatnya duduk sekarang. Gadis kecil itu menggeser tubuhnya agar anak perempuan yang pingsan itu bisa dibaringkan dengan nyaman.

"Kak Et kenapa?"



Label:






Selasa, 29 Desember 2009 @ 08.31
`Gerbong 5 : Kompartemen #13

Waktu berjalan demikian cepat, bukan? Tak terasa ini sudah tahun kedua bagi Belle menjadi seorang murid Hogwarts—menjadi penyihir. Dulu, di kereta Hogwart's Express ini, Belle bersama Challaza, kakak angkat yang ditemuinya di Leaky Cauldron. Tahun ini, Belle bersama kakak sepupunya. Sungguhan. Belle ternyata punya saudara dan itu berita yang sangat menyenangkan di luar dari kenyataan bahwa Belle lupa tentang kakak sepupunya itu. Yang tak disangka, adik Ms. Leona ternyata tahun ini pun akan masuk Hogwarts, Elliot.

Belle masuk ke dalam kompartemen kosong yang ditemukan oleh Zeus dan langsung mengambil tempat duduk di samping jendela. Tempat favoritnya karena dia bisa melihat-lihat pemandangan dalam perjalanan menuju Stasiun Hogsmeade. Tubuhnya masih lemas tapi perasaannya sudah jauh lebih baik. Lagipula, Zeus berjanji akan membantunya mengingat sedikit demi sedikit tentang masa lalunya. Dari penuturan Zeus, Belle sedikit banyak bisa mengingat sebagian kecil tentang kehidupannya di Kastil Elsveta dulu. Bahwa dia mempunyai banyak teman sesama bangsawan di wilayah Novgorod, Rusia. Bahwa dia sejak berusia 5 tahun sudah pandai menggunakan sapu terbang dan sering mencuri-curi menggunakan sapu terbang milik ayahnya untuk bermain dengan Zeus. Pantas saja saat di kelas terbang, gagang sapu itu terasa demikian akrab dan mudah dikendalikan.

"Sudah merasa lebih baik, Baby Belle?"

Belle menoleh, menatap kakak sepupunya sambil tersenyum hangat—senang dengan usapan lembut Zeus di kepalanya. "Sudah. Terimakasih, Zeus. Hehehe." Meski warna rambut Zeus sama seperti prefek ular yang Belle benci, tapi sifat Zeus sangat bertolak belakang dengan orang itu. Zeus sangat baik padanya, sangat memperhatikannya. Apalagi wajah Zeus mirip dengan almarhum ayah Belle. Belle seperti mempunyai seorang kakak kandung sekarang. Boris, si dragon cat, sekarang mendengkur pelan dalam buaiannya. Tertidur.

Tatapannya kemudian beralih pada sosok anak laki-laki berambut pirang yang duduk di kursi di hadapannya, Elliot. "Elliot," panggilnya sambil tertawa terkekeh, "Apakah Ms. Leona juga mengajarimu pelajaran tentang etiket dan tata krama di rumah? Kakakmu itu guru yang keras tapi Belle sayang."

"Permisi masih ada tempat untukku?"

Wah, ada seseorang datang. Belle melemparkan senyum pada gadis pirang itu. Calon juniornya. "Halo. Tentu saja masih ada. Silakan masuk."

~*~*~*~

"Ah, sebenarnya kakak jarang pulang ke rumah. Jadi aku tidak begitu tahu tentangnya."

JLEB.

Sepertinya Belle salah memberikan pertanyaan pada Elliot. Belle baru ingat kalau Ms. Leona lebih sering berada di rumahnya ketimbang ada di rumah Elliot, bahkan tak jarang Ms. Leona menginap disana. Aduh, Belle bodoh sekali memberikan pertanyaan sedemikian rupa pada Elliot. "Ah, maaf."

"Baby Belle, ini coklat dari Papa botak-mu." Zeus mengulurkan sebuah kotak yang katanya berisi coklat padanya. "Waaah... dari Papa Silver?! Sungguh?!" Gadis kecil itu menerima kotak tersebut dengan gembira tanpa mengetahui bahwa coklat di dalamnya berbentuk kodok dan bisa melompat-lompat persis seperti aslinya. Perasaan bersalah pada Elliot yang tadi ada di hatinya lenyap begitu saja. Dasar anak polos. Belle meletakkan kotak itu di pangkuannya lalu mengajak dragon cat-nya bicara, "Boris, suka coklat tidak?" Tentu saja bayi kucing yang dikiranya naga itu tidak suka. Boris hanya mengeong pelan, kesal karena tidurnya terganggu.

"Um, apa kakak Belle tahu tentang penyakit-penyakit di dunia sihir?"

A—apa?! Penyakit dunia sihir?

"A... apa, ya?" gumam Belle sembari menatap pada Elliot. Gadis kecil itu berusaha mengingat-ingat penyakit-penyakit yang mungkin pernah diderita oleh dia dan teman-temannya semasa di Hogwarts. "Hampir sama dengan penyakit muggle, sih. Kecuali kalau kamu salah pakai mantra dan mantra itu berbalik padamu, kadang itu bisa membuat hidungmu jadi panjang. Lalu, kalau salah buat ramuan, bisa-bisa seluruh tubuhmu penuh bisul. Belle cuma tahu itu saja, sih."

Belle baru naik ke kelas dua. Jadi, jangan berharap kau bisa mengetahui banyak hal tentang dunia sihir pada gadis kecil yang bahkan dengan mudahnya percaya bahwa bayi kucing dalam gendongannya itu adalah seekor dragon cat. Dengan tampang polos, Belle menyunggingkan seulas senyum manis untuk Elliot. Hehe.

"Permisi—masih ada tempat kosong, kan?"

Ah, seorang anak laki-laki yang dikenalinya di Diagon Alley masuk ke dalam kompartemen mereka. Anak yang mengira tante hansip gemuk waktu itu sebagai Erumpent. Belle sudah mengecek di buku tentang hewan-hewan sihir. Erumpent itu bentuknya seperti badak! Belle langsung terbahak-bahak saat melihat gambar hewan sihir itu dan membayangkan sosok si tante hansip gemuk. Untung saja, tante erumpent itu tidak melaporkan mereka sehingga sekarang mereka masih bisa naik ke Hogwarts Express. "Hey, Harvey. Masih ada, kok. Masuk saja," ujar gadis kecil itu ceria.

Belle mengambil kotak coklat dari pangkuannya lalu membuka tutupnya tanpa melihat isinya. Dia mengulurkan kotak itu ke hadapan teman-teman sekompartemen—barangkali ada yang mau makan coklat bersama. "Ada yang mau? Ambil sa—"

"AAAAHHHH!!"

Kata-katanya terputus oleh teriakannya sendiri ketika dari dalam kotak itu berlompatan makhluk-makhluk berwarna coklat. Makhluk yang paling ditakuti oleh gadis kecil itu karena bentuknya yang menjijikan dan berlendir. Demi dagu Merlin yang bengkak penuh bisul. Belle takut sama kodok. Gadis kecil yang ketakutan itu melempar kotak coklat kodoknya ke langit-langit dan meringkuk di kursinya sendiri sambil memeluk Boris.

"Huwaaa—Jauhkan kodok-kodok itu dari Belle!! Zeeeuuussss... itu bukan coklat! Itu kodokkkk! Huwaaaa!!"

~*~*~*~

Ya Tuhan.. Ya Tuhan..

Belle terkejut setengah mati ketika banyak sekali kodok yang berlompatan keluar dari kotak coklat yang dipegangnya. Belle sangat amat takut pada kodok. Dan itu satu-satunya hal yang dia takuti setelah petir. Selain itu, Belle tak takut sama sekali. Tahun ini benar-benar, deh. Dua kali sudah dihadapkan dengan hal-hal yang dia takuti, beruntun pula. Gadis kecil itu tahu bahwa dia tak mungkin menyalahkan Silver yang bermaksud baik memberikan coklat itu padanya. Silver tak tahu bahwa gadis kecil berambut keemasan ini takut setengah mati pada yang namanya kodok. Kalau saja yang melompat-lompat keluar itu bukan berbentuk kodok, pasti saat ini Belle sudah cekikikan menangkapi bersama kakak sepupunya.

Empat tahun lalu, Belle sedang bermain pasir di halaman rumahnya sendirian. Ya, Belle tak punya teman bermain selama tinggal di London. Dia lebih suka tinggal di rumah bersama Teresa, Nonna dan Poppa-nya. Jangan lupa Ms. Leona, guru privatnya yang sangat ke-bangsawan-an gayanya. Saat itu Belle sedang mencoba membuat istana pasir yang besar. Dia sudah membawa ember, sekop sampai bebek-bebekkan. Ketika dia sedang asyik bermain, tiba-tiba saja hujan deras turun. Areal kecil berpasir tempatnya bermain seketika berubah menjadi kolam. Belle yang kesal karena istana pasirnya hancur, menangis di tempat. Dan tiba-tiba seekor kodok melompat dan mendarat di wajah mungilnya. Menempelkan lendir yang menjijikan. Belle dengan cepat menepis kodok itu namun seekor kodok lain yang lebih besar datang dan melompat ke arahnya. Setelah itu muncul lagi beberapa kodok. Entah apa yang membuat kodok-kodok itu berdatangan ke arahnya, yang pasti saat itu Belle kecil sangat ketakutan. Wajah para kodok yang seperti monster itu terus terngiang di benaknya, rasa lengket kulit yang menempel di wajahnya pun masih terasa jelas tiap kali gadis kecil itu melihat kodok melompat. Hiiy—

"Hey hey, senior Elsveta," bisik Zeus tiba-tiba, "ada yang bertanya padamu, tuh. Buka mulutmu, ngomong-ngomong."

"Ha?" Siapa yang bertanya? Hap. Sesuatu yang manis dan bergerak-gerak dimasukkan ke dalam mulutnya yang sedang terbuka dengan cepat. Enak. Apa itu? "Enak, bukan?" Belle mengangguk polos. Coklat tentu saja enak. Eh? Coklat? Coklat berbentuk kodok yang tadi? Jijik. Tapi enak. Belle berusaha mati-matian untuk tidak membayangkan bahwa barusan dia makan kodok dengan menatap seorang junior yang tadi bertanya padanya soal asrama sembari merapikan poninya sebisa mungkin untuk menutupi sebaris tulisan berwarna merah darah yang tertera di keningnya.

"Ah, asrama yang mana pun bagus, kok."

Label:






Rabu, 23 Desember 2009 @ 00.05
`I Want My DRAGON! (Belle Pov)

"Tunggu aku di depan Fleur de Lys, Belle."

Begitulah yang tadi diucapkan oleh sosok besar berkepala botak bersinar yang telah dianggap sebagai Papa oleh gadis kecil bernama Nabelle Marion Elsveta. Gadis kecil bersurai keemasan itu memang sudah kehilangan ayah saat usianya yang ketujuh, jika kau mau tahu. Ayah Belle, Boris, adalah seorang auror hebat yang menjadi korban dalam peristiwa rusuh saat kejatuhan Pangeran Kegelapan. Sosok yang menjadi panutan dan selalu dirindukan oleh Belle. Eh? Kau lebih ingin tahu soal bagaimana Belle bisa menganggap Silver sebagai Papa? Baiklah, simak kisahnya baik-baik karena kisah ini takkan diulangi lagi.

Setahun yang lalu, di Diagon Alley juga, saat Belle pertama kali berkenalan dengan dunia sihir yang sama sekali asing baginya. Gadis kecil itu sedang berjalan-jalan sendirian saat indera pendengarannya yang tajam mendengar beberapa orang sedang membicarakan sebuah hal yang menarik perhatian Belle. Jin! Ya, salah seorang dari mereka menunjuk ke arah Silver dan mengatakan bahwa jika kepala botak Silver diusap, maka akan keluar sosok Jin dari sana. Seperti jin dalam kisah Aladdin yang akan memberikan tiga buah permohonan pada orang yang mengusap lampu tempatnya bersemayam.

Kau tentu bisa membayangkan apa kira-kira yang diperbuat oleh Belle saat mendengar pernyataan tersebut, kan? Jangan lupa tingkat kepolosan gadis kecil satu ini memang terkadang membuat orang hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum gemas. Belle menghampiri Silver saat itu dan dengan polosnya bertanya apakah dia diperbolehkan mengusap kepala botak milik Silver karena dia ingin memohon sesuatu. Entah bagaimana cara Silver meresponi pertanyaan naif tersebut hingga akhirnya Belle sungguh-sungguh dihadiahi tiga buah permohonan darinya. Dan permohonan pertama yang diajukan Belle adalah keinginan supaya Silver menjadi pengganti Daddy-nya yang sudah tiada. End of story.

Janji temu mereka di depan Fleur de Lys kali ini berhubungan dengan permohonan kedua Belle pada Silver. Gadis kecil itu meminta seekor Naga Kerdil untuk dipelihara di Hogwarts. Berbekal ilmu per-naga-an dari Arshavin dan buku Ensiklopedia Naga, Belle akhirnya memutuskan dengan paksa bahwa Naga Kerdil itu bisa dibonsai dengan sihir menjadi sebesar anak anjing. Belle sangat yakin bahwa Papa barunya yang diduga sebagai jelmaan jin pasti mampu membonsai seekor Naga Kerdil. Silver itu super hebat, lho!

Gadis kecil itu duduk di sebuah meja berpayung di dekat pintu masuk toko. Heart, gitar pink-nya, diletakkan di kursi sebelahnya. Di tempatnya duduk, harum bunga-bunga iris bisa tercium. Suasana sore itu memang sejuk, tak seterik siang hari. Belle mencetuk-cetukan jemarinya di atas meja—tak sabar menunggu Silver datang membawakan seekor naga untuknya. Hatinya dipenuhi dengan euforia dan kegairahan. Kedua pipinya merona merah karena semangat. Sore itu, Belle mengenakan terusan coklat dengan renda-renda putih, dipadu dengan vest hitam tanpa lengan. Sebuah topi anyaman bertengger manis di kepalanya. Kedua kaki mungilnya mengenakan sandal bertali dengan sol datar. Rambut pirangnya yang biasanya panjang sepunggung, kini telah dipangkas sebatas bahu. Penampilan baru Belle ini entah kenapa malah memperjelas kesan polos pada dirinya.

Naga. Aku akan punya seekor Naga! Aku akan memamerkannya pada Kak Arsha nanti.

Bosan menunggu, gadis kecil itu meraih gitarnya dan mulai memetik sebuah alunan lagu. Belle memejamkan mata, mulai terbuai dalam petikan gitarnya dan bersenandung lirih.

Papa, cepatlah datang. I want my dragon.



OOC:
- Timeline sore sekitar jam 3.30
- Penampilan Belle - pakaiannya persis spt di foto

Label:






@ 00.04
`I Want My DRAGON (SILVER Pov)

Silver tersenyum dari dalam toko bunga sambil memandangi sesosok kecil seorang gadis yang tengah menunggu seseorang di meja diluar toko. Didalam Silver sedang menunggu penjual bunga untuk membuat satu bucket bunga paling indah bagi seorang Silver. Tentu saja bunga mawar yang berwarna merah muda lembut. Dari saku jubahnya, Silver mengeluarkan sebuah kaca berukuran sedang dan ia menatap dirinya sendiri di kaca itu. Seperti biasa, mengecek mata, hidung, mulut, gigi, senyuman, kepala dan keseluruhan badannya. Matanya masih terlihat menyenangkan, hidungnya juga tidak ada mencong sedikitpun. Mulutnya masih tetap seksi seperti biasa. Giginya tak kalah mengkilatnya dengan kepala botak tanpa rabut sehelai nya itu. Senyuman? Oooh, tak ada yang bisa tahan jika melihat senyumannya.

Puuur—fect

Ia berjongkok dan mengintip kebalik kandang kucing yang sedari tadi ia bawa-bawa. Seekor kucing kecil lucu sedang tidur nyenyak diatas bantal empuk berwarna biru. Kelihatan nyaman sekali bayi kucing itu. Ini tentu saja bukan lah milik Silver karena ia sangat tidak bisa akrab dengan kucing-kucing. Ingat peliharaannya dulu di Hogwarts yang hanya bertahan sampai ia kelas 3? Betul—Si Kucing. Tiada hari tanpa bertengkar, cakar-cakaran dan kejar-kejaran antara ia dan Si Kucing. Sampai pernah wajah tampannya dicakar dengan nistanya oleh Si Kucing tak berperasaan itu.

Lalu untuk siapa?

Tentu saja untuk gadis yang sedang menunggu di luar itu.

”Ini bunga anda yang sudah saya susun seharga uang yang tadi anda bayarkan,”

Silver berdiri bangkit sambil mengangkat kandang kucing nya dengan hati-hati. Ia tersenyum lebar sambil memamerkan gigi mengkilat nan indahnya kepada sang penjual di hadapannya. “Ah—terima kasih. Semoga toko mu tambah laku dengan kedatanganku saat ini,” ujar Silver sambil menerima bucket bunga dari tangan si penjual. Ia melebarkan kedua tangannya sambil menghirup udara segar yang wangi semerbak bunga-bungaan. “Kepalaku telah memberikan energi positif bagi para bunga-bunga cantik ini,” ujarnya lagi sambil memandang sekeliling ruangan dengan perasaan bangga. “Cao!” Silver berujar sambil melangkahkan kakinya keluar dari toko.

”Ah. I—iya.”

“Halo gadis kecil yang manis,” ujar Silver dari belakang Belle. Tangannya memberikan bunga kepada Belle dari sampingnya.



(OOC: Kucing )

Label:






@ 00.03
`I Want My DRAGON (Belle Pov)

I will have a tiny winy little dragon
From my papa.
If ya wanna know ow ow.
I will have a tiny winy little dragon
And yes you will wish...
it were yours!


Sebuah lagu riang mengalun dari petikan gitar dan nyanyian Belle yang merdu. Semua yang mendengar pasti bisa memahami betapa girangnya hati si gadis kecil saat itu. Wajahnya penuh dengan senyum seolah-olah gadis kecil itu tak punya masalah. Menunggu bukanlah sesuatu yang menyebalkan bagi si gadis kecil berambut keemasan itu selama Heart, gitarnya, menemani dia. Lagipula, Silver pasti akan segera datang menyusulnya kesana setelah selesai dengan urusannya di Fleur de Lys.

Semilir angin bertiup menyelinap di sela-sela surai keemasan Belle yang halus. Cuaca sore itu memang membuat perasaan lebih tenang dan santai. Gadis kecil itu mengulang-ulang nyanyiannya dengan gembira sampai Silver tiba-tiba menyapanya dari belakang.

"Halo gadis kecil yang manis," ujar Silver sembari memberikan sebuket mawar merah muda yang sangat indah pada Belle.

"Waaah. Indah sekali. Terimakasih, Papa! Belle suka sekali dengan bunga!" pekik Belle kegirangan, gadis kecil itu meletakkan kembali gitarnya di tanah dengan disandarkan ke kursinya sendiri, lalu mengulurkan kedua tangannya untuk menerima buket bunga dari Silver. Wajah mungilnya kini terhias dengan semburat kemerahan pada kedua sisinya. Senyum semakin merekah di wajah manisnya. Gadis kecil itu memang sangat menyukai bunga, terutama mawar. Entah darimana Silver mengetahuinya. Belle yang polos itu berpikir bahwa Jin memang sepantasnya tahu segalanya.

Permata abu-abu mudanya memperhatikan gerak-gerik Silver yang kemudian duduk di kursi yang berhadapan dengan Belle, sementara hidung gadis kecil itu menempel pada salah satu mahkota bunga mawar. Sudut matanya membentuk senyuman. Belle ingat salah satu adegan dalam buku ceritanya yang mirip dengan yang sekarang dialaminya. Di dalam buku cerita Belle, situasi seperti sekarang ini disebut dengan kencan. Dan kencan adalah salah satu tahap sebelum anak laki-laki dan perempuan menjadi suami-istri nantinya. Meski gadis kecil itu belum mengerti sama sekali tentang cinta, tetap saja hatinya bahagia. Apalagi cita-citanya ingin menjadi istri Silver di masa datang. Ya, kau benar. Silver bisa dibilang adalah cinta monyet pertama Belle. Hahaha.

"Jadi, Pa. Mana naga Belle?" ujar gadis itu sambil nyengir—dia sudah tak sabar.

Label:






@ 00.02
`I Want My DRAGON (Silver Pov)

Kira-kira bagaimana ya reaksi dari Belle ketika menerima bunga dari Silver? Itu adalah yang pemuda dewasa ini terus pikirkan. Apakah akan bereaksi seperti layaknya gadis-gadis normal yang akan menjerit kegirangan dan lalu bersujud memasrahkan diri kepada Silver. Heu—nice! Atau malah bertingkah seperti anak-anak perempuan abnormal layaknya gadis-gadis pada jaman Silver sekolah dulu? Jadi ingat masa-masa muda. Gadis-gadis zaman Silver sekolah itu adalah tipe gadis-gadis pemalu yang sulit jujur dengan perasaan mereka sendri. Di puji-puji dan diberi hadiah, mereka malah menolak, itu artinya jual mahal. Malah ngeloyor pergi dan buang muka itu artinya mereka pemalu. Kalau Roxy, langsung menggigit atau menindas, artinya gadis pemalu yang jual mahal dan menutupi perasaannya dengan menghantam Silver. Manis. Manis. Manis.

"Waaah. Indah sekali. Terimakasih, Papa! Belle suka sekali dengan bunga!"

Untunglah dia normal.

Silver tersenyum lembut ketika melihat gadis kecil itu terlihat bahagia dengan bunga pemberian Silver. Dan tiba-tiba senyumannya menghilang. Ia berbalik dan menatap matahari yang cahaya nya di pantulkan oleh kepala indah Silver. ’Mengapa. Mengapa aku merasa sudah sangat tua di umur yang masih sangat belia ini?’ katakana saja itu adalah ratapan singa melas. Back to topic. Silver bisa melihat dengan jelas semburat merah merona di kedua pipi Belle. Silver terharu, baru pertama kali ada yang begini jujur dengan perasaannya terhadap Silver.

“Nice, reaksi bagus dari seorang gadis,” ujar Silver sambil mengacungkan ibu jarinya.

Kini pemuda itu berjalan memutari meja dan duduk tepat di hadapan gadis kecil yang rambutnya berbeda dengan apa yang ia ingat dari tahun lalu. Tapi tak masalah, ia tetap semanis gulali. Jika sudah duduk begini, memang lebih enak sambil minum-minum, supaya ia terlihat lebih keren atau elegan gitu. Tapi sayang sekali mereka bukan duduk-duduk di kafe melainkan di depan toko bunga. "Jadi, Pa. Mana naga Belle?" Gadis itu terlihat tak sabar dan Silver terdiam selama beberapa detik.

“Aaaah! Ya ya, ini dia,” ujarnya sambil menaruh kandang kucing nya keatas meja. Sebenarnya ia agak tidak enak berbohong begini kepada Belle. Tapi apa mau dikata. Naga itu sangat berbahaya meski badannya sekerdil apapun. Mungkin Belle tidak tahu, tetapi batuk atau bersinnya naga bisa menimbulkan percikkan api. Dan juga, Silver yakin binatang semengerikan itu tak akan lulus sensor Hogwarts bila ingin di jadikan sebagai binatang peliharaan. Jadilah Silver memiliki ide untuk sedikit menggunakan keahlian berakting nya. Ia membuka kandang kucing nya dan mengarahkan mulut kandang kepada Belle agar gadis kecil itu bisa melihat bayi kucing kecil lucu didalamnya.

“Ini adalah naga yang tak biasa,” ujar Silver sambil menggosok kepalanya—

—terlalu keras.

Label:






@ 00.01
`I Want My DRAGON (Belle Pov)

Dear Papa Silver yang baik,

Papa, Belle sudah memikirkan akan meminta apa untuk permohonan kedua.
Belle seharian menghabiskan waktu di perpustakaan bersama seorang kakak senior yang baik sekali.
Kami membahas tentang Naga dari buku Ensiklopedia Naga. Bukunya tebal sekali, lho!
Belle sampai terjatuh waktu mengambilnya dan kaki Belle terkilir. Hehehe.
Ternyata Naga itu besar dan cantik sekali, ya!! Apalagi Naga Kerdil dengan sayapnya yang mungil.
Belle suka!!

Jadi, untuk permohonan kedua ini, Belle ingin seekor Naga Kerdil yang dibonsai!
Papa pasti bisa kan menyihir Naga itu menjadi kecil seperti anak anjing? Papa pasti bisa.
Soalnya Papa Silver itu kan jelmaan jin yang bisa apa saja.
Jangan lupa, ya.

Sampai jumpa di Leaky Cauldron saat tahun ajaran baru!


With love,


Nabelle M. Elsveta
Your future wife (hihi)

Belle masih ingat dengan jelas isi surat yang dia kirimkan lewat burung hantu sekolah sehari sebelum liburan dimulai dan tentu saja dia ingat dengan jelas bahwa dia minta Naga—bukan kucing. Bukan berarti Belle benci kucing, sih. Kucing itu hewan yang lucu, lembut dan manis meski terkadang judes dan semaunya sendiri. Dan tahun lalu Belle berniat membeli seekor kucing Sphynx di toko hewan sihir meski akhirnya membeli dua ekor puffskein karena kucing yang dia inginkan tak dijual disana.

Mimik wajah gadis kecil itu terlihat sangat bersemangat ketika Silver membuka kandang yang sejak tadi dibawanya dan mengarahkan mulut kandang itu sehingga Belle bisa melihat seekor—

Naga mungil?

—bayi kucing kecil berbulu abu-abu muda, berloreng hitam dan beberapa bercak putih di wajahnya. Iris mata bayi kucing itu berwarna biru, sebiru langit. Belle tak bisa menyangkal bahwa bayi kucing itu amat sangat lucu. Tapi itu bukan Naga. Senyum di wajah Belle menghilang, meski binar matanya tetap ada karena tertarik dengan si bayi kucing. Gadis kecil itu mendongakkan kepala—memandangi Silver yang kini menggosok kepala botaknya sendiri. Terlalu keras sepertinya karena di kepala botaknya sekarang ada tanda merah. Belle terkikik pelan melihatnya.

"Papa, ini kucing. Bukan naga...," ujar Belle pelan. Masa Silver tidak bisa membedakan antara kucing dan naga? Seharusnya Silver jauh lebih tahu daripada Belle, bukan?

“Ini adalah naga yang tak biasa.”

Belle terdiam sejenak, mencerna perkataan Silver. Kata-kata Silver barusan sepertinya cukup memuaskan bagi seorang gadis kecil yang naif seperti Belle. Dia percaya mentah-mentah pada penjelasan Silver sehingga mulutnya menganga dengan takjub. Mau tahu apa yang ada dalam pikirannya? Ya, dia pikir Silver telah menyihir Naga Kerdil-nya menjadi seekor bayi kucing supaya boleh dibawa ke Hogwarts.

"милый!! прекрасный!! Papa hebat!" seru gadis itu kegirangan, "I have a Dragon Cat!!"

Perlahan Belle memasukkan kedua tangannya dan mengeluarkan bayi kucing itu dari dalam kandang, mendekatkan hidung bayi kucing itu ke hidungnya sendiri. Belle menatap kedua iris biru langit si bayi kucing sambil tersenyum. "Hello little dragon cat. Namaku Belle. Mulai sekarang namamu adalah...," terdiam sejenak, "Boris! Seperti nama Daddy."

Mudah bukan membuat Belle percaya?




"милый!! прекрасный!! : Awesome, Beautiful

Label:






@ 00.00
`I Want My DRAGON (Silver Pov)

Senyumannya tetap ia pasang untuk menutupi wajah khawatirnya. Ia khawatir kalau gadis yang membawa gitar berwarna merah muda itu menciumi kebohongan yang baru saja Silver katakan. Bisa gawat nanti jika gadis itu kecewa dan lalu membenci Silver dan tak ingin lagi melihat Silver. Sungguh, ia tak bisa hidup tanpa wanita. Err—iya dia memang masih kecil, tapi suatu saat tentu akan menjadi wanita bukan? Ia jadi teringat Roxy setiap melihat gitar. Dulu ketika Roxy ulang tahun, Silver pernah memberikan wanita itu sebuah gitar dengan ukiran namanya di gitar itu. Ia jadi penasaran sekarang pun gitar itu masih ada tidak ya?

Ketika Silver mengarahkan mulut kandang tersebut kearah Belle, pemuda ini bisa melihat betapa bersemangatnya Belle menanti-nanti dihadapannya. Mungkin gadis itu kini sedang menerka-nerka kira-kira naga seperti apa yang dibawakan oleh Silver untuknya. Sungguh, pemuda yang sangat mencintai wanita dan pernah bersumpah bahwa tak akan membuat gadis-gadis kecewa ini menjadi agak khawatir. Kalau sampai Belle menangis karena di bohongi, Silver merasa tak lagi pantas berada di dunia ini. Tapi—tidak juga sih. Heu.

Ekspresi Belle berubah. Oh no!

"Papa, ini kucing. Bukan naga...," Wajah polos Belle terangkat dan memandangi Silver dengan perasaan heran. Silver berusaha menyembunyikan perasaan bersalah nya dengan tersenyum amat sangat lebar dan mengatakan bahwa itu adalah naga yang tak biasa. Lalu Belle terdiam lama sambil menatapi bayi kucing yang sudah tak lagi tertidur. Hening beberapa detik itu serasa hening selama jutaan tahun dan Silver rasanya ingin guling-guling di lantai karena tidak tahan terhadap atmosfer mencekam ini. Hweh!

"милый!! прекрасный!! Papa hebat!"

He? Tadi itu bahasa apa?

"I have a Dragon Cat!!"

“Hooo.”Silver takjub melihat kepolosan tingkat dewa dari gadis dihadapannya. Ia percaya bahkan ia mempunyai pemikiran tersendiri tentang tipe naga itu. Dragon cat, eh? Bagus juga. Silver ikutan tersenyum riang ketika melihat Belle mengangkat kucing itu dan mengajak nya mengobrol. Perasaan lega kini menyeruak dari dalam diri Silver dan ia pun menghela napas panjang. “Kau suka dia kan? Dia err—sudah terlatih untuk bisa memakan makanan kucing loh. Sungguh err—praktis kan?” ujar Silver lagi. Ia berkata begitu agar Belle tidak repot-repot mencari daging atau makanan naga untuk di berikan kepada Boris nya. Silver memanjangkan tangannya dan menepuk-nepuk pelan kepala Belle kecil.

Label:






Selasa, 22 Desember 2009 @ 23.59
`I Want My DRAGON (ZEUS Pov)

Di balik sebuah pohon, di sebuah meja berpayung, seorang bocah laki-laki berambut keperakan nampak tertidur. Tubuh kurusnya bersandar pada sandaran kursi dan kedua kakinya yang panjang dengan santai diletakkan di atas meja. Kedua kelopak matanya yang tertutup menutupi iris kelabu mudanya yang indah. Surai peraknya yang menjuntai sesekali melambai dihembus sang angin.

Zeus, demikian dia disebut—tengah berkelana kembali ke masa kecilnya di Rusia. Lima tahun lamanya Zeus dirawat dan dibesarkan di kastil Elsveta dan tak sekalipun dia bertemu dengan kedua orangtuanya. Dia tak tahu menahu bahwa Grandpa Elsveta-lah yang melarang kedua orangtuanya datang menemui dia disana. Ya, Zeus tumbuh tanpa mengenal kedua orangtuanya. Lima tahun penting dalam pertumbuhannya dihabiskan bersama keluarga Elsveta, terutama bersama adik sepupu satu-satunya—Nabelle.

Gadis kecil itu, dengan surai keemasan membingkai wajah mungilnya, selalu tertawa riang. Mereka berdua tak pernah terlihat terpisah bahkan mereka berbagi kamar di kastil Elsveta sekalipun telah disediakan kamar masing-masing. Zeus yang sebatang kara mencurahkan seluruh kasih sayangnya sebagai seorang kakak pada Nabelle. Menghormati Boris dan Teresa, kedua orangtua Nabelle seperti orangtuanya sendiri. Kehidupan yang Zeus jalani selama lima tahun itu bisa dibilang adalah kehidupan yang bahagia sehingga dia tak terlalu memikirkan siapa orangtuanya. Sampai suatu hari Christoff yang mengaku sebagai ayahnya datang ke kastil Elsveta bersama dua orang teman sesama pelahap maut, membuat keributan dan membawa duka mendalam bagi penghuni kastil Elsveta dan juga dirinya sendiri. Dia dipisahkan dari adik sepupu satu-satunya dengan paksa. Dibawa pulang ke rumah yang tak dikenalnya. Hidup bersama ibu dan adik yang tak dikenalnya. Asing.

"Jadi, Pa. Mana naga Belle?"

Kesadaran perlahan menyentuh benaknya. Samar-samar terdengar di telinganya, suara seorang gadis kecil yang duduk tak jauh dari mejanya. Belle. Gadis kecil itu bernama Belle? Kedua kelopak matanya tiba-tiba terbuka. Sadar sepenuhnya. Bocah itu terduduk, menurunkan kedua kakinya ke tanah. Iris kelabunya mencari-cari sumber suara. Dan dilihatnya seorang gadis kecil berambut pirang duduk membelakangi dia, terlihat sedang bersama seorang pria botak yang dipanggilnya Papa. Perawakan gadis kecil itu mirip dengan Baby Belle-nya hanya saja gadis di hadapannya itu lebih tinggi tubuhnya. Tentu saja, lima tahun sudah dia dipisahkan dari adik sepupunya itu. Waktu lima tahun cukup untuk membawa perubahan pada tinggi badan seseorang, bukan? Dirinya sendiri sudah banyak berubah. Namun, gadis kecil di hadapannya itu punya ayah.

Salah orang?

Ekspresi kecewa jelas terlihat di wajah rupawan si bocah laki-laki. Punggungnya kembali disandarkan di kursi, kepalanya tertunduk. Meski begitu, telinganya tetap mendengarkan percakapan sepasang ayah-anak tersebut. Menarik. Si gadis kecil mengira dia diberikan seekor naga, sebaliknya si ayah terlihat canggung karena hanya bisa memberikan seekor bayi kucing. Segaris senyum terlukis saat dia mendengar nada kecewa si gadis kecil berubah dengan cepat hanya karena sebuah alasan tak masuk akal yang dibuat ayahnya. Naga yang tak biasa, eh? Gadis kecil itu malah menyebutnya dragon cat. Kepolosan luar biasa, sama seperti adik sepupunya.

Kata-kata selanjutnya yang diujarkan oleh si gadis kecil pada kucingnya memberikan tamparan keras pada Zeus. "Boris! Seperti nama Daddy."

Boris. Hey, itu nama dari ayah Nabelle yang telah tiada. Dan gadis kecil itu juga bilang itu adalah nama 'daddy'-nya. Baby Belle-nya juga menyebut Boris dengan sapaan Daddy. Dia juga sempat mendengar gadis itu berbicara dalam bahasa Rusia. Jadi, siapa si botak yang dipanggil papa kalau gadis kecil itu memang Baby Belle-nya?

Zeus segera bangkit dari kursinya dan berlari dengan cepat menghampiri meja dimana gadis kecil yang diduganya sebagai Baby Belle berada. Adrenalin terpacu di tubuhnya. Jantungnya berdebar keras. Dia harus memastikan bahwa gadis itu benar-benar adik sepupunya. Dia harus melihat wajahnya.

"Baby Belle? Kaukah itu?" ujar Zeus dengan suara keras. Terlalu bersemangat. Bocah laki-laki itu tak menggubris si botak yang mungkin menatapnya dengan bingung. Fokusnya hanya pada si gadis berambut pirang.

Nama diri yang sama.

Nama ayah yang sama.

Kepolosan yang sama.

Perawakan yang sama.


Rasanya mustahil jika kali ini dia salah orang.

Label:






@ 23.58
`I Want My DRAGON (Belle Pov)

“Hooo. Kau suka dia kan? Dia err—sudah terlatih untuk bisa memakan makanan kucing loh. Sungguh err—praktis kan?”

Kali ini gantian Belle yang ber—"Hooo..."—ria mendengar penjelasan Silver tentang dragon cat-nya. Belle tak menyangka bahwa Silver akan memikirkan sampai sejauh itu. Tadinya dia pikir, dia harus membantu dragon cat-nya berburu mangsa setiap hari. Menurut buku Ensiklopedia Naga, satu ekor naga itu dalam satu hari bisa menghabiskan 10 ekor sapi gemuk! Nah, bagaimana caranya Belle bisa menemukan sepuluh ekor sapi? Memang Boris itu masih bayi, tapi kalau sudah besar nanti, Belle tidak tahu akan tumbuh sebesar apa. Meski bentuknya kucing, tetap saja Boris itu seekor Naga. Dan Naga itu besar! Makannya banyak!

"Papa hebat! Bagaimana cara melatihnya? Tadinya Belle pikir setiap hari harus berburu sapi untuk Boris, lho!" ujar gadis kecil itu bersemangat—masih mencium-ciumi Boris yang mungil.

Belle dengan iseng meniup-niup hidung Boris. Belle ingin membuat kucing itu terbatuk sedikit. Gadis kecil itu penasaran, apakah Boris akan mengeluarkan api jika terbatuk atau tidak. Tapi, Boris hanya mendengus lalu menguap. Kedua mata biru langitnya yang mungil terlihat menyipit sekarang, sepertinya ngantuk. Perlahan Belle mengembalikan Boris kembali ke kandangnya untuk tidur. Mungkin karena disihir menjadi kucing, seekor Naga jadi pengantuk juga.

"Hehe. Boris lucu sekali ya, Pa! Belle suka sekali! Tapi, kenapa dia tidak menyemburkan api, ya?" ujar Belle sambil tersenyum manis dan kembali melontarkan pertanyaan polosnya.

"Baby Belle? Kaukah itu?"

Eh? Baby Belle? Aku?

Gadis kecil itu spontan menolehkan kepalanya ke kiri. Seorang anak laki-laki tampan dengan surai pirang platina telah berdiri di sampingnya dengan ekspresi tak teridentifikasi. Siapa? Belle mengerucutkan bibirnya, keningnya berkerut. Bingung. Belle tak mengenali anak laki-laki yang rambutnya membuat dia teringat pada prefek ular menyebalkan di Hogwarts itu. Lantas, darimana anak laki-laki itu mengetahui namanya? Bahkan menyebutnya dengan embel-embel Baby segala. Tapi, wajahnya memang terasa familiar. Aneh.

"Kamu siapa? Kok tahu nama Belle?"

Label:






@ 23.57
`I Want My DRAGON (SILVER Pov)

Pernah dengar kalau satu kebohongan akan membawa kepada kebohongan yang lain? Itu nampaknya benar adanya jika melihat kepada situasi yang sedang Silver hadapi sekarang ini. Ia berbohong tentang kucing ini dan ini menimbulkan banyak pertanyaan lain dari si gadis kecil yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi. Dia itu—ravenclaw ya? Pantas saja. Anak-anak Gryffindor setahu Silver juga mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, namun berbeda dengan Ravenclaw. Para singa itu akan mengexplore sendiri hal itu dengan suatu kegiatan yang terlihat—meski ujung-ujungnya mereka akan merusuh. Dan satu ketakutan lagi setelah kelegaan menghampirinya. Biasanya pertanyaan-pertanyaan itu akan membawa kepada suatu akhir yang justru akan membongkar kebohongannya.

Ia harus menghentikan pertanyaan Belle!


Err—terdengar seperti cerita action sekarang. Ehem.

"Papa hebat! Bagaimana cara melatihnya? Tadinya Belle pikir setiap hari harus berburu sapi untuk Boris, lho!" gadis kecil itu langsung saja percaya dan pertanyaan polos yang masuk akal nya membuat Silver kaku. Ia masih tersenyum sambil menunjukkan gigi putih kinclong nan mengkilapnya, tapi ia merasa gigi itu rasanya akan rontok sebentar lagi. Untung saja dia memang sudah botak dari sananya, jadi tak perlu khawatir rambut nya akan gugur satu persatu. Silver menggaruk-garuk pelan pipi nya yang kecoklatan selagi otaknya berpikir. Dia benar-benar butuh air minum untuk membantu berbicara dengan lancar.

“Err—gampang kok!” ujar Silver sambil mengacungkan ibu jarinya. Tiba-tiba saja dia teringat tentang anak ayam nya yang begitu lahir melihat muka Silver—ketika ia masih kecil—dan langsung mengikuti Silver kemana-mana. Kata ibunya, anak ayam itu menyangka Silver adalah ayahnya karena anak itu lah yang dilihatnya pertama kali. Sampai-sampai ayam itu pun diajari Silver berkaca terus tiap hari. Jadilah ia sama narsisnya dengan Silver. Bila melihat sebuah cermin, pasti akan berhenti dihadpaan cermin itu beberapa lama. “Karena begitu lahir, naga kecil yang manis ini sudah ditaruh bersama seekor kucing betina yang baru saja melahirkan. Jadi dia merasa kucing itu adalah ibunya dan anak-anak kucing lainnya adalah saudara-saudaranya. Secara tak sadar, sikapnya pun menjadi mengikuti kebiasaan kucing,” sesaat ia merasa telah berubah profesi menjadi guru Biologi.

Silver memandangi gadis itu tanpa bisa berkata-kata. Dia asik sekali bermain dengan naga yang sama sekali tidak berbahaya karena itu memang bukan naga. Dengan iseng, Belle meniup hidung Boris. Mungkin ingin melihat api yang menyembur. Tapi sayang sekali, hal itu tak akan terjadi. Silver kembali menggosok kepalanya. [color] "Hehe. Boris lucu sekali ya, Pa! Belle suka sekali! Tapi, kenapa dia tidak menyemburkan api, ya?"[/color] pertanyaan lain muncul. Jika Silver salah menjawab, hancur sudah masa depan indah nan damai. Rasa-rasanya kepala nya tak lagi bersinar indah saking nervousnya.

’Ingat, salah berbicara akan gawat.’

“Itu karena—aku telah memantrainya. Tak bisa kukatakan apa mantranya sekarang. Itu mantra—err—orang dewasa! Ya ya,” ujar Silver sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Ia merasa kagum juga dengan dirinya yang bisa mengarang cerita sehebat itu. Tiba-tiba rasa bangganya mengalahkan perasaan takut yang tadi sempat mendominasi dirinya.

"Baby Belle? Kaukah itu?" Sebuah suara mengganggu acara romantic pemberian hadiah Silver dan Belle. Dengan keanggunan berlebihan, Silver menolehkan kepalanya dan ia menangkap sesosok pria berambut perak dan berkulit putih. Tidak gentle bagi seorang Silver yang berbadan tinggi dan besar, perpaduan antara keren berotot dan seksi tak tercela. Anak bocah itu masih tak ada tandingannya baginya. Dan tadi dia panggil Belle apa? Baby? Ck ck ck. "Kamu siapa? Kok tahu nama Belle?"Mari kita simpulkan. Belle tak kenal dia siapa, namun dia mengenal siapa itu Belle. Jawabannya adalah, bocah itu stalker.

Silver berdiri, membuat perbedaan tinggi diantara kedua nya jelas terlihat. Pemuda itu menepuk pundak kecil sang bocah lelaki lalu berbicara dengan suara berat khas orang dewasa. “Hey nak. Kamu stalker ya? Tidak boleh itu,” ujar Silver sambil menggerak-gerakan jari telunjuknya ke kanan dan kekiri. “Sana beli kan aku minum,” Silver melanjutkan sambil menepuk punggung bocah itu. Tak ada maksud apa-apa, hanya saja ia memang benar-benar haus. Tak mungkin menyuruh Belle membeli minum. Dia pergi sendiri sih bisa, tapi meninggalkan Belle berdua dengan bocah itu? Terlalu beresiko. Jadi, memang harus bocah itu yang pergi. Fufufu.

Label:






@ 23.56
`I Want My DRAGON (ZEUS Pov)

Gadis kecil berambut pirang itu pun menoleh—bereaksi pada sapaannya yang terlalu bersemangat sebenarnya. Siapapun pasti akan sama bersemangatnya seperti dia jika menemukan seseorang yang telah lama dicari-cari, bukan? Ya, gadis kecil itu menoleh, memperlihatkan wajah mungilnya yang cantik. Wajah yang sangat dikenal baik oleh Debussy muda itu. Wajah seorang gadis yang tumbuh bersamanya selama lima tahun di Kastil Elsveta. Tak banyak berubah. Wajah itu masih penuh dengan senyum, meski sekarang bibirnya mengerucut dan keningnya berkerut bingung. Iris abu-abu mudanya pun masih dengan binar-binar kepolosan dan keceriaan yang sama.

"Baby Belle. Akhirnya kutemukan kamu. Aku ka—"


Kamu siapa? Kok tahu nama Belle?"

JEGERRR

Well, kalau di komik-komik, mungkin reaksi Zeus akan terjengkang ke belakang dengan kedua kaki terangkat ke atas. Tapi, karena ini bukan komik, reaksi Zeus hanya cengo. Mata terbelalak. Bibir terbuka. Tubuhnya kaku beberapa saat. Hatinya mencelos. Mari kita tambahkan musik latar 'blang-blang-blang-blang' dengan nada sol-la-si-do.

Si botak yang sedang bersama Belle tiba-tiba berdiri, seolah memamerkan tinggi tubuhnya yang seperti raksasa itu. Dengan kepalanya yang botak dan tubuh berbalon-balon, orang itu tampak seperti err—troll. Dan troll itu menepuk pundaknya. “Hey nak. Kamu stalker ya? Tidak boleh itu"

"Si... siapa yang stalker?! Aku se—"

Belum selesai Zeus bicara, troll itu menyuruhnya membelikan dia minum. Pakai menepuk punggung segala. "Ka... kau. Ahhh, baiklah, baiklah!"

Zeus pun menuruti kemauan si troll botak. Pergi menuju toko es krim dan membeli tiga botol Butterbeer. Bukan berarti Zeus anak yang penurut, dia hanya merasa butuh waktu untuk mencerna keanehan ini. Baby Belle tidak mengenalnya. Apakah gadis kecil itu lupa padanya karena lima tahun tidak bertemu? Zeus dengan geram menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. Bibirnya mencong ke kanan, mencong ke kiri, bergantian. Dia merasa dicurangi. Dia selama lima tahun tak pernah sekalipun melupakan gadis pirang itu. Bahkan cemas memikirkan bagaimana nasibnya setelah kejadian tragis yang terjadi pada Boris.

Apa yang telah terjadi sebenarnya?

Hey, Zeus bukan anak laki-laki yang suka berpikir. Dia lebih suka bertanya langsung untuk mendapatkan jawaban yang ingin dia ketahui. Berpikir membuatnya pusing. Apalagi untuk sebuah hal yang aneh seperti ini. Maka, ketika Zeus telah kembali ke tempat di mana Baby Belle dan troll botak berada, dia langsung duduk di salah satu kursi kosong di meja mereka. Bodo amat mereka mau berpikir apa. Dia ingin meluruskan benang kusut di otaknya.

"Ini butterbeer-nya. Semuanya 10 galleon. Dan aku bukan stalker. Aku kakak sepupu Belle," ujar Zeus menagih pada si troll. Zeus bukan anak orang kaya, ingat? Zeus tak habis pikir, bagaimana ceritanya sampai si troll botak ini dipanggil Papa oleh Baby Belle-nya. Masa Teresa menikah lagi dengan seseorang yang lebih muda? Memikirkannya saja sudah—hoek. Setidaknya pilih laki-laki yang tampan seperti Zeus, dong.

Tatapannya kini beralih pada Belle.

"Baby... ahh, Nabelle Marion Elsveta. Kau sama sekali tak ingat padaku? Aku Zeus Pierre. Putra dari Lucretia Lois Elsveta, adik dari Boris Johann Elsveta. Almarhum ayahmu. Apakah sekarang kau ingat?"

Zeus sengaja menyebutkan nama-nama itu dengan lengkap supaya Baby Belle-nya tahu bahwa dia bukan orang asing dan setidaknya bisa memunculkan sedikit ingatan gadis itu terhadapnya. Zeus menopang dagu, mengernyit samar—jemari tangan kirinya bergerak perlahan menyentuh lengan kanannya yang terbalut perban. Menunggu jawaban dari adik sepupunya itu.

Tak perlu menyebut nama Debussy untuk membuatnya ingat padaku, bukan?

Label:






@ 23.55
`I Want My DRAGON (Belle Pov)

Belle hanya bisa bengong menatap anak laki-laki tampan itu. Berusaha mengingat-ingat siapa gerangan anak laki-laki itu. Kenapa wajah itu terasa begitu familiar. Bahkan iris matanya sewarna dengan iris mata Belle. Wajah itu. Rasanya Belle pernah melihatnya entah kapan, entah dimana.

Belle hanya terdiam ketika Silver kemudian berdiri dan menepuk pundak anak laki-laki itu dan menuduhnya sebagai penguntit. Penguntit itu apa, Belle tidak tahu. Silver kemudian malah menepuk punggung anak laki-laki itu dan menyuruhnya membeli minum. Kebetulan, sih. Belle juga haus. Hihi. Anak laki-laki itu kemudian pergi sambil menggerutu. Entah dia sungguh-sungguh membeli minum atau pergi begitu saja.

"Dia siapa ya, Pa? Wajah itu rasanya Belle pernah lihat. Tapi Belle lupa. Seingat Belle, di London maupun di Rusia tak ada teman sebaya yang Belle kenal. Hmm," ujar Belle lirih sembari menatap Silver dengan ekspresi bingung.

Anak laki-laki tampan itu ternyata kembali membawa tiga botol butterbeer. Butterbeer itu enak sekali, lho. Belle sanggup minum berbotol-botol kalau belum kembung. Enak, sih. Rasanya sulit untuk dijelaskan kecuali kau mencobanya sendiri. Hehe. Melantur. Kembali ke topik. Anak laki-laki itu sekarang duduk di salah satu kursi kosong dan mengaku bahwa dia adalah kakak sepupu Belle.

Memangnya Belle punya saudara?

"Baby... ahh, Nabelle Marion Elsveta. Kau sama sekali tak ingat padaku? Aku Zeus Pierre. Putra dari Lucretia Lois Elsveta, adik dari Boris Johann Elsveta. Almarhum ayahmu. Apakah sekarang kau ingat?"

Anak laki-laki bernama Zeus itu kini menatap Belle yang balas menatapnya dengan mulut ternganga.

"Darimana kamu tahu nama lengkap Belle dan Daddy? Siapa Lucretia Lois Elsveta? Belle tak ingat kalau Daddy punya adik... dan Belle tak ingat kamu, Zeus." Pertanyaan pun mengalir keluar dari bibir mungil Belle. Entah kenapa, jauh di dalam hati, Belle merasa bersalah karena tak bisa mengingat siapa anak laki-laki itu. Sekarang Belle hanya ingat kenapa wajah anak itu terasa familiar. Zeus memiliki paras yang sama seperti Boris, almarhum Daddy-nya. "Wajahmu mirip dengan... Daddy..."

Tiba-tiba saja, Belle merasakan kesedihan yang amat sangat. Hatinya sakit. Sudut matanya memanas. Gadis kecil itu bangkit dari kursinya menuju ke kursi Silver. "Belle kangen Daddy," ujar gadis kecil itu memeluk Silver. Menangis.

Label:






@ 23.54
`I Want My DRAGON (SILVER Pov)

"Si... siapa yang stalker?! Aku se—"

Ho! Silver menggeleng, mengisyaratkan bahwa tidak baik berbohong. Sekali lagi Silver melirik Belle dan menangkap wajah tidak tahu apa-apanya. Jelas saja kan kalau Belle memang tidak mengenal pria ini dan pria ini hanya berpura-pura mengenal Belle hanya karena menyukainya. Pasti dia akan memanfaatkan kepolosan Belle dan melakukan tindakan aneh-aneh. Non! Selama ada Silver disini, keamanan para gadis-gadis akan terjamin. Hohoho. Dan lihat perubahan ekspresi anak ini. Dari menolak habis-habisan, sampai akhirnya menuruti perkataan Silver untuk membelikan mereka minuman. Bagus.

Tanpa mengindahkan gerutuan anak lelaki itu, Silver kembali ketempat nya duduk dan memandang wajah manis gadis kecil dihadapannya. Belle masih terlihat bingung. "Dia siapa ya, Pa? Wajah itu rasanya Belle pernah lihat. Tapi Belle lupa. Seingat Belle, di London maupun di Rusia tak ada teman sebaya yang Belle kenal. Hmm," Belle menatap Silver seakan-akan menuntut jawaban. Silver hanya tersenyum meremehkan lalu mengangkat kedua bahunya. “Sudah kubilang, ia pasti penguntit. Kamu hati-hati ya, akhir-akhir ini banyak anak-anak nakal seperti itu,” ujar Silver sambil menunjuk anak itu dari kejauhan. Memang bukan sifat baik dari seorang dewasa untuk menuduh anak-anak yang tidak-tidak. Tapi ini serius bagi Silver.

Tak lama kemudian sosok lelaki kecil itu datang dan menaruh tiga Butterbeer di meja mereka. Good job! Silver tersenyum puas karena anak itu ternyata penurut juga. Maka dari itu ia membiarkan saja anak itu bergabung di mejanya. Siapa tahu jika ia lapar, ia bisa menyuruhnya untuk membeli makanan juga sekalian. "Ini butterbeer-nya. Semuanya 10 galleon. Dan aku bukan stalker. Aku kakak sepupu Belle," tagih anak laki-laki yang mengaku sebagai kakak sepupu Belle. Silver meneguk Butterbeernya hingga setengah sebelum pada akhirnya membuka dompetnya dan memberinya 10 Galleon. “Ini uangnya. Kakak sepupu? Kamu yakin? Bukan Belle ini mungkin,” ujar Silver panjang. Habisnya kan aneh. Jika ia benar kakak sepupu Belle, bagaimana mungkin gadis kecil ini tidak ingat.

Seakan-akan menjawab pertanyaan Silver tadi, anak yang menyebut dirinya sebagai Zeus Pierre itu membeberkan beberapa nama yang tak dikenal di telinga Silver. Ia hanya menghela napas sambil menggosok kepala botaknya. Ia seperti melihat pertunjukan aneh saja. Dua anak kecil yang seharusnya saling mengenal—jika dilihat dari pengakuan Pierre—namun sang gadis sama sekali tidak mengenal yang lainnya. Kasihan sekali. Mungkin Belle memang melupakanya, yah itu pasti karena anak ini tak punya daya tarik. Coba kalau Silver, ia tak mudah dan tak mungkin di lupakan. Semua orang ingat padanya. Karena apa? Tentu saja karena kepala indahna yang sangat fenomenal ini.

Silver tidak begitu memperhatikan pembicaraan mereka berdua, jadi ketika Belle mendekatinya dan menangis dalam pelukannya ia merasa sangat kaget. "Belle kangen Daddy," terdengar suara Belle. Silver mengerutkan keningnya sambil mengusap kepala gadis kecil itu. Ia berdoa, jangan sampai ada yang melihat adegan ini. Bisa-bisa ia disangka yang tidak-tidak. Dan bisa-bisa ia semakin terkenal dengan gosip-gosip mantap dari mulut siapapun juga yang melihat. Silver menatap Zeus dengan tatapan bertanya. “Apa yang kau lakukan? Lelaki tidak akan pernah membuat seorang gadis menangis,” ujar Silver.

Apalagi kalau gadisnya semanis ini. Itu adalah dosa!

Label:






@ 23.53
`I Want My DRAGON (ZEUS Pov)

“Ini uangnya. Kakak sepupu? Kamu yakin? Bukan Belle ini mungkin.”

Tentu saja Zeus yakin. Amat sangat yakin. Kalau bukan Belle yang wajahnya sama dan perawakannya sama serta asal-usulnya sama dengan Baby Belle-nya, lantas Belle mana lagi yang adalah adik sepupunya selain gadis kecil pirang yang duduk di sampingnya ini? Meski sudah lima tahun berlalu, wajah gadis kecil itu tidak terlalu banyak berubah. Masih dengan garis kepolosan yang sama dan senyum hangat yang sama. Meskipun sekarang wajah mungil itu dipenuhi dengan sorot kebingungan.

"Darimana kamu tahu nama lengkap Belle dan Daddy? Siapa Lucretia Lois Elsveta? Belle tak ingat kalau Daddy punya adik... dan Belle tak ingat kamu, Zeus."


Anak laki-laki itu hanya menghela nafas, berusaha mencerna apa yang sesungguhnya terjadi. Baby Belle-nya tidak terlihat berpura-pura lupa tentang dia. "Tentu saja aku tahu namamu dan Boris karena selama lima tahun aku tinggal bersama kalian. Lucretia adalah ibuku, adik perempuan ayahmu. Mungkin kau tak mengenalnya, beliau diusir dari kastil Elsveta sebelum kamu lahir karena...," Zeus terdiam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya, "dia telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal di mata Grandpa. Wajar jika kamu tak ingat dengan seseorang yang tak pernah kamu temui sebelumnya."

Tapi, kenapa aku dilupakan?


"Wajahmu mirip dengan... Daddy..."

Ya, dan wajah ini juga yang membuat Lucretia membenciku, Baby Belle.

Wajah yang semakin hari semakin serupa dengan almarhum Boris. Wajah yang membuat Zeus sendiri tak bisa melupakan adik sepupu satu-satunya itu, terutama setelah kejadian yang menimpa mereka semua di kastil Elsveta lima tahun lalu. Kejadian tragis dan menyedihkan yang merenggut nyawa seorang auror hebat yang adalah ayah dari adik sepupunya itu. Zeus tahu seberapa dekat hubungan Belle dengan ayahnya dan kejadian itu sewajarnya menjadi sebuah tragedi besar, terutama bagi Belle.

"Ya. Aku memang mewarisi wajah Boris. Kecuali mata. Kita berdua mewarisi iris kelabu dari Grandpa. Belle... kamu sungguh tak ingat padaku? Sedikitpun?"

Alih-alih menjawab pertanyaannya, Belle bangkit dari tempat duduknya dan memeluk troll botak sambil menangis mengungkapkan kerinduannya pada Boris. Siapa troll botak itu sebenarnya? Kenapa begitu dekat dengan Baby Belle-nya? Anak laki-laki itu terkejut ketika didapatinya sebuah buket bunga tergeletak manis di salah satu bangku kosong di meja itu. Dekat dengan sebuah gitar pink yang diduga milik si gadis kecil. Ada sensasi tak menyenangkan yang kini berdesir di dadanya.

“Apa yang kau lakukan? Lelaki tidak akan pernah membuat seorang gadis menangis."

"Dia teringat pada almarhum ayahnya karena wajahku memang mirip dengan beliau," ujar Zeus singkat. Anak laki-laki itu terdiam. Tampak memikirkan sesuatu yang membuatnya resah. "Kalian berdua... pacaran?" Dan tiba-tiba saja pertanyaan itu meluncur dari bibir Zeus. Keningnya berkerut menatap troll botak itu. Hey, usia mereka setidaknya pasti terpaut 10 tahun! Zeus tak rela jika adik sepupu yang disayanginya jatuh pada tipu daya om-om seperti ini.

Label:






@ 23.52
`I Want My DRAGON (Belle Pov)

"Tentu saja aku tahu namamu dan Boris karena selama lima tahun aku tinggal bersama kalian. Lucretia adalah ibuku, adik perempuan ayahmu. Mungkin kau tak mengenalnya, beliau diusir dari kastil Elsveta sebelum kamu lahir karena...," Zeus terdiam sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya, "dia telah melakukan sebuah kesalahan yang fatal di mata Grandpa. Wajar jika kamu tak ingat dengan seseorang yang tak pernah kamu temui sebelumnya."

Lalu, kenapa Belle tak ingat padamu?

Dalam isakannya, Belle bisa mendengar setiap penjelasan yang keluar dari bibir anak laki-laki yang mengaku sebagai kakak sepupunya itu. Ada rasa tertarik saat mendengar kisah tentang Lucretia. Mengapa wanita itu diusir? Kesalahan apa yang membuat Grandpa tega mengusir putrinya sendiri? Belle menatap wajah anak laki-laki cantik bersurai perak itu, merindukan almarhum ayahnya yang kini seolah terlahir kembali dalam sosok yang lebih muda—masih dalam pelukan Silver yang aman. Isakannya melirih meski butiran-butiran cair yang berkilau masih terlihat mengalir dari sudut matanya.

"Ya. Aku memang mewarisi wajah Boris. Kecuali mata. Kita berdua mewarisi iris kelabu dari Grandpa. Belle... kamu sungguh tak ingat padaku? Sedikitpun?"

Gadis kecil itu menggeleng lemah. Sungguh, Belle sama sekali tak ingat tentang Zeus. Aneh memang. Paling tidak, harusnya ada beberapa kenangan tersimpan jika memang anak laki-laki itu pernah tinggal bersamanya di Kastil Elsveta selama lima tahun. Gadis kecil itu memejamkan mata, keningnya berkerut, dia menggigit bibir bawahnya berusaha mengingat meski secuil tentang Zeus. Nihil. Ingatan terjauhnya adalah saat dia terbangun dari tidur dan melihat ibunya tengah menangis setelah menceritakan bahwa ayah Belle telah meninggal dalam tugas. Ingatan-ingatan sebelum itu sama sekali tak ada. Selain beberapa penggalan imaji tentang kenangannya bersama sang ayah dan ingatannya tentang pesan-pesan dan suara sang ayah—yang lain tak ada. Ya, dia bahkan tak mengenali Grandpa dan Granny saat itu.

"Belle... tak ingat kejadian apapun sebelum Mom memberitahu bahwa Daddy telah meninggal dalam tugas...," ujar Belle lirih. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdebar keras. Rasa takut melanda gadis kecil itu saat dia menyadari dia tak punya kenangan masa kecil selain kenangannya dengan almarhum Boris. Apa arti semua ini? "Belle tak ingat apapun. Sama sekali. Apa saja yang Belle lakukan sebelum hari itu? Belle tak ingat!! Bagaimana bisa?!" Gadis kecil itu tiba-tiba histeris. Kedua telapak tangannya bertindihan menutupi bibirnya. Butiran air mata kembali mengalir semakin deras dari sudut matanya.

Gadis kecil itu tak mendengar pertanyaan Zeus yang terakhir. Benaknya sibuk dengan pikiran dan kekalutannya sendiri. Gadis kecil itu kini baru menyadari, selama ini Mom, Nonna, Poppa, Granny dan Grandpa hampir tak pernah sekalipun menyinggung soal masa lalunya, bahkan Ms. Leona. Setiap kali gadis kecil itu bertanya, mereka selalu berhasil memanfaatkan kenaifan Belle untuk mengubah topik pembicaraan. Mereka bahkan secara tak langsung tidak mengijinkan Belle berlibur ke Rusia. Sebagai gantinya, Granny dan Grandpa yang datang ke rumah mereka di London.

What's wrong with my past?

Label:






@ 23.51
`I Want My DRAGON (SILVER Pov)

Izinkan Silver berkomentar. Nampaknya anak laki-laki ini memang bukan sepenuhnya penguntit. Nampaknya ia benar-benar kenal dengan Belle sampai-sampai menceritakan tentang keluarga gadis ini sedemikian detilnya. Belle masih terisak didalam pelukan Silver dan pemuda ini merasa canggung berada di dalam pembicaraan mereka yang seharusnya bersifat pribadi. Belle memang memanggilnya Papa, tapi mereka juga tak bisa dibilang sudah cukup dekat untuk Silver mengetahui hal-hal tentang keluarga Belle.

"Dia teringat pada almarhum ayahnya karena wajahku memang mirip dengan beliau," adalah jawaban dari Pierre dan itu juga jawaban dari tangisan Belle ini. Tadi Belle yang bingung dan kini Silver yang bingung. Seumur hidupnya ia belum pernah dibawa-bawa dalam masalah pribadi seperti ini. Ia bingung harus melakukan apa. ’Ayolah kepala indahku. Kepala pintarku. Kepala yang selalu memberi ide, beritahu apa yang harus kulakukan,’ gumam Silver. Berusaha untuk mentrasfer pikirannya sehingga kepala keramatnya bisa memberikan ide untuk Silver.

"Belle tak ingat apapun. Sama sekali. Apa saja yang Belle lakukan sebelum hari itu? Belle tak ingat!! Bagaimana bisa?!"

Dan sekarang Belle histeris karena tak bisa mengingat apapun. Bahkan ia tak ingat dengan sosok Pierre yang katanya adalah kakak sepupu Belle. Silver tak tahan melihat anak kecil segitu terpojokkan seperti ini. Ada dua hal yang bisa dilakukannya sebagai orang dewasa disini. Dan sebagai orang luar. Pertama, ia menyingkir sebentar dari keduanya dengan alasan membeli makanan atau minuman. Jadi mereka berdua bisa mengobrol hal pribadi lainnya tanpa ada Silver yang menguping. Kedua, meminta Pierre untuk berhenti membahas masalah ini karena Belle akan merasa tersakiti secara psikologis dan mentalnya.

Atau bahkan ia melakukan kedua nya?

"Kalian berdua... pacaran?"

Apa terlihat seperti itu?

“Apa yang kau katakana, kiddo,” ujar Silver sambil mengusap sekali kepala botak mengkilatnya. “Tentu saja semua wanita adalah wanita ku,” ujar nya lagi sambil mengacungkan ibu jarinya. Dan itu ia lakukan tanpa sadar alias refleks. Dan sedetik kemudian ia menyesal. Ini bukan saatnya untuk bercanda. ’Sialan bocah ini,’ ujarnya dalam hati. Ia kemudian mengusap-usap punggung Belle kecil, berusaha menenangkannya. “Duduk dulu disini. Dan minum butterbeernya,” ujar Silver sambil menepuk bangku disebelahnya dan menyodorkan Butterbeer. Setelah itu ia berdiri dan memandang kearah Pierre dengan tatapan sedemikian rupa. “Aku pergi membeli air mineral dulu. Seperti nya kau membutuhkan itu. Dan mungkin sedikit makanan manis,” ujar Silver kepada Belle tapi ia tetap tidak melepaskan pandangannya dari wajah Pierre.

’Ikut aku,’ ujar Silver tanpa bersuara dan hanya mengandalkan gerakan mulutnya. Setelah itu Silver berjalan agak jauh dari Belle agar apa yang akan ia sampaikan nanti kepada Pierre tak terdengar oleh gadis kecil yang sedang panik itu. “Kau jangan paksa lagi Belle untuk mengingat hal yang telah terlupa olehnya. Setidaknya lakukan itu dengan perlahan. Itu hanya akan menyakitinya,” ujar Silver. Meski ia tak menaruh kalimat ancaman, tetapi semua yang ia bicarakan tadi penuh dengan nada ancaman. Awas saja jika Belle sampai menulis surat padanya yang berisi Pierre telah membuat tidur anak gadis itu tak nyaman.

Setelah itu Silver berjalan menjauhi mereka untuk mencari makanan—sekalian memberikan mereka berdua waktu untuk mengobrol. Yeah mengobrol. Bukan memojokkan gadis kecil itu.

Label:






@ 23.50
`I Want My DRAGON (Zeus PoV)

"Belle... tak ingat kejadian apapun sebelum Mom memberitahu bahwa Daddy telah meninggal dalam tugas..." Gadis kecil itu berujar dengan suara lirih di sela isakan tangisnya.

Tak ingat apapun sebelum Teresa memberitahu perihal kematian Boris? Boris meninggal dalam tugas? Apa-apaan? Ceritanya tidak seperti itu...

"Belle tak ingat apapun. Sama sekali. Apa saja yang Belle lakukan sebelum hari itu? Belle tak ingat!! Bagaimana bisa?!"

Zeus hanya bisa terpekur ketika Baby Belle-nya histeris karena tak mampu mengingat sedikitpun memori sebelum kematian almarhum ayahnya. Anak laki-laki itu dengan cemas menatap adik sepupu satu-satunya itu. Ingin memeluk tapi ada si troll botak besar yang sedang melakukannya pada Belle. "Belle... Belle, tenanglah," ujar Zeus sembari menyentuh pundak Belle yang gemetar.

Tatapannya beralih pada troll botak yang malah berkata bahwa semua wanita adalah wanita-nya. Omong besar di saat Belle sedang histeris. What the!? Hampir saja Zeus marah jika troll botak itu tidak segera menyadari kebodohannya sendiri dan mengusap-usap punggung Belle dengan gerakan menenangkan.

"Kau tak tahu apa yang terjadi pada Boris? Padahal kau me—" ucapannya terpotong oleh gerakan si troll botak yang menyuruh Belle duduk di kursi yang ada di sampingnya dan menyodorkan sebotol butterbeer pada gadis kecil itu. “Duduk dulu disini. Dan minum butterbeernya,” ujar troll botak pada Belle, lalu melemparkan pandangan memperingatkan pada Zeus—membuat anak laki-laki itu mengurungkan niat untuk melanjutkan kata-katanya.“Aku pergi membeli air mineral dulu. Seperti nya kau membutuhkan itu. Dan mungkin sedikit makanan manis,”

Sebuah gerakan pada bibir si troll botak yang berbunyi 'Ikut aku' kemudian ditujukan pada Zeus. Tanpa banyak bicara, Zeus bangkit berdiri dari bangkunya. Entah apa yang ingin dibicarakan oleh om-om itu padanya sampai harus menjauh dari Belle. Anak laki-laki itu melangkah mendekati troll botak sambil sesekali menengok menatap Belle yang kini duduk meringkuk di bangkunya. Tatapan gadis kecil itu kosong.

"Ada apa?"

“Kau jangan paksa lagi Belle untuk mengingat hal yang telah terlupa olehnya. Setidaknya lakukan itu dengan perlahan. Itu hanya akan menyakitinya,” ujar troll botak itu. Akhirnya, sebuah kata-kata yang bermakna mengalir keluar dari bibir orang itu. Membuktikan kedewasaannya yang memang jauh di atas Zeus. Untung orang ini menahan ucapannya yang hampir saja membongkar kenyataan tentang kematian Boris, yang pasti akan menjadi sebuah tamparan keras dan menyakitkan bagi Belle.

"Maaf. Sepertinya aku memang terlalu memaksakan keinginanku tadi. Sulit untuk menerima bahwa dia lupa padaku," ujar Zeus sembari menganggukan kepalanya pertanda menyetujui saran dari troll botak, "Apakah menurutmu dia hilang ingatan?"

Pertanyaan yang terlambat diucapkan karena troll botak itu telah berjalan menjauh darinya. Memberikan kesempatan bagi Zeus untuk menghibur Baby Belle-nya. Menghembuskan nafas, anak laki-laki itu membalikan badan dan melangkah kembali menghampiri Baby Belle-nya. Keadaan gadis kecil itu tidak bisa dibilang baik. Terlihat menyedihkan, malah. Zeus tak sampai hati membongkar kelam masa lalu gadis kecil itu. Perlahan, Zeus duduk di samping Baby Belle-nya. Diulurkan lengannya melingkari pundak kecil Belle, memberikan rangkulan hangat pada gadis kecil yang masih menatap kosong entah kemana. "Kamu tak perlu memaksakan diri mengingatnya jika memang tak bisa, Baby Belle. Aku janji, aku, kakak sepupumu ini, akan membantumu mengingat perlahan-lahan tentang masa lalumu. Aku akan ceritakan semua yang ingin kamu ketahui."

Kecuali tentang kematian Boris.

Dalam hatinya, anak laki-laki itu bertekad untuk mencari tahu penyebab gadis kecilnya itu kehilangan ingatannya. Dia tak tahu apa-apa tentang sihir yang bisa menghapus ingatan ataupun penyakit-penyakit psikologis yang bisa menyebabkan hilangnya penggalan-penggalan memori seseorang. Dia tak tahu apa-apa tapi dia akan mencari tahu.

Label:






@ 23.49
`I Want My DRAGON (Belle PoV)

Gadis kecil itu hanya diam. Menatap kosong lurus ke depan. Bahkan ketika Silver menyuruhnya pindah ke bangku di sampingnya dan kemudian mengajak Zeus menjauh darinya, gadis kecil itu tidak menyadarinya. Tubuh gadis kecil itu kini meringkuk gemetaran, kedua lengannya memeluk kakinya yang terlipat naik ke atas bangku. Kedua kelopak matanya tertutup, kedua alisnya bertaut. Wajahnya basah oleh bening yang terus mengalir dari sudut matanya.

Gadis kecil itu memaksa otaknya untuk menggali ingatannya. Berusaha mengingat apa yang terjadi sebelum hari dimana sang ibu memberitahunya perihal kematian Boris. Namun, hanya kegelapan yang menyambut dalam benaknya. Seolah ingatan masa kecilnya dihapus begitu saja. Gadis kecil itu tak mengerti mengapa selama ini dirinya tak sadar bahwa masa lalunya telah terhapus dari ingatannya. Sampai Zeus hadir membeberkan hal-hal yang seharusnya ada dalam ingatannya.

Daddy, what's wrong with me?

Kemudian dirasakannya seseorang merangkul tubuh mungilnya. Membuat gadis kecil itu merasa lebih nyaman. Rasa nyaman yang justru membuat isakannya berubah menjadi tangisan. Papa?

"Kamu tak perlu memaksakan diri mengingatnya jika memang tak bisa, Baby Belle. Aku janji, aku, kakak sepupumu ini, akan membantumu mengingat perlahan-lahan tentang masa lalumu. Aku akan ceritakan semua yang ingin kamu ketahui."

Bukan Silver. Zeus yang merangkulnya. Sama seperti bertahun-tahun yang lalu setiap kali gadis kecil itu menangis. Sayangnya, Belle yang sekarang sama sekali tak ingat tentang Zeus. Hanya kehangatannya yang samar-samar terasa akrab di tubuhnya. Perlahan gadis kecil itu mengangguk lemah. Diangkatnya wajah mungil itu menatap Zeus, kakak sepupunya. Tersenyum lemah. "Iya. Janji ya."

Lelah. Berusaha menggali ingatan yang terkubur entah dimana membuat gadis kecil itu kelelahan. Perlahan kesadaran seolah terenggut darinya. Kelopak matanya kembali menutup. Kepalanya terkulai di dada kurus si anak laki-laki.

Label:






@ 23.00
`I Want My DRAGON (Silver PoV)

Berjalan kembali menuju toko bunga sambil membawa satu botol air mineral dan coklat kodok. Berharap bahwa Belle tidak takut atau jijik pada kodok, karena coklat kodok ini adalah coklat yang enak menurut Silver. Sayang sekali apa bila seseorang tidak bisa makan coklat ini hanya karena jijik dengan bentuknya. Dan yeah, mereka yang ingin memakan coklat ini tentu saja harus mempunyai ketangkasan dalam menangkap benda yang kabur. Dalam hal ini ya coklat itu sendiri. Ia sengaja memilih coklat kodok agar suasana di toko bunga nanti tak sesuram tadi. Jika ada insiden mengejar-ngejar coklat kodok, pasti bisa membuat gadis kecil itu kembali tertawa. Hal yang paling nikmat adalah apabila kita tertawa terpingkal setelah menangis meraung. Benar, kan?

Oke—katakan bahwa hari ini Silver kerasukan entah setan siapa. Sikapnya sungguh berbeda dibanding biasanya.

Silver menghela napasnya. Tak menyangka bahwa akan datang kejadian seperti ini. Ini adalah pertama kalinya menghadapi dan terlibat dalam suatu urusan yang benar-benar tak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Bahkan ia tak bisa menjadi dirinya sendiri didalam situasi ini. Mau tersenyum dan memamerkan gigi nya tidak enak, karena situasi nya sedang serius. Mau narsis juga ujung-ujungnya ia pasti akan diterkam oleh pandangan mematikan. Karena situasinya sedang serius. Jika hal itu ada hubungan nya dengan dirinya sih masih mending, Silver bisa terjun dalam diskusi dan menyelesaikan segalanya. Tetapi ini adalah tentang urusan keluarga mereka. Tentu saja ia tak bisa ikut campur.

“Maaf Belle jika menunggu lama,” ujar Silver dengan suara beratnya. Berharap bahwa kini Belle sudah tidak berusaha mengingat lagi dan sedang tertawa-tawa dengan bocah bernama Pierre itu. Tetapi yang ditangkap kedua bola matanya adalah, sosok gadis kecil yang sedang bersandar dengan mata terpejam di dada anak laki-laki itu. “Tidur?” tanya Silver. Ia menaruh coklat dan botol minum yang tadi di bawanya keatas meja. Dan dengan tangkas ia mengangkat Belle dan menggendongnya. “Akan kubawa ke Leaky Cauldron,” ujar Silver. Belle terasa enteng di gendongannya. Entah karena Belle yang kurus, atau Silver yang besar. Ia melirik kearah Pierre dan mengedik kea rah botol, coklat, bunga dan gitar milik Belle.

“Kau bawa semua barang-barangnya ya,” lanjut Silver sambil berjalan mendahului Pierre.

Label:






@ 22.50
`I Want My DRAGON (Zeus PoV)

"Iya. Janji ya."

"Janji. Aku akan menjagamu seperti dulu, Baby Belle," anak laki-laki itu berbisik pelan di telinga gadis kecil yang kini tertidur sembari bersandar di dadanya. Tak peduli sekalipun gadis kecil itu kini tak lagi mengingat apapun tentang dirinya. Baby Belle tetaplah adik sepupu kesayangannya. Tak ada yang bisa mengubah kenyataan itu. Dengan lembut jemarinya membelai pipi si gadis kecil yang bersemu kemerahan--menghapus air mata yang membasahi wajah mungilnya. Senyum pahit tersungging tipis di wajah anak laki-laki itu.

Zeus menghela nafas. Kelabunya menatap ke langit yang kini sewarna dengan irisnya. Diperhatikannya gelombang awan-awan putih yang bergerak perlahan menyembunyikan cahaya sang matahari. Teringat kejadian mengerikan di Kastil Elsveta yang hingga kini selalu menjadi mimpi buruk baginya. Dan di saat seperti itu, dia malah dibawa pergi dari sana oleh Christoff brengsek itu. Kehidupannya tak sama lagi sejak hari naas itu. Christoff ditangkap oleh beberapa orang auror dan dibawa ke Azkaban. Desas-desus menyebutkan bahwa ayah sialan itu telah mendapatkan hadiah ciuman dari dementor yang memang pantas untuknya. Kemudian ibunya membawa dia dan Candy, adiknya, kabur ke pinggiran kota London dan hidup pas-pasan disana. Zeus kemudian bergaul dengan anak-anak berandalan di sana. Tumbuh menjadi Zeus yang sekarang. Tegar, pemberontak dan tak suka pada aturan yang mengekang. Meski patut disyukuri, anak laki-laki itu tetaplah seorang anak laki-laki yang bertanggungjawab dan bisa dipercaya--meski hiperaktif dan sedikit konyol. Kelabunya bergulir kembali menatap wajah mungil gadis manis yang terlelap di pelukannya.

Bagaimana dengan kehidupanmu, Baby Belle?

“Maaf Belle jika menunggu lama.” Troll botak itu rupanya sudah kembali membawa sebotol air mineral dan sekotak coklat kodok untuk Belle. Anak laki-laki itu mengangkat telunjuknya dan menempelkannya di bibir, tanda supaya troll botak itu jangan berisik. "Tidur?" Zeus mengangguk. "Kelelahan sepertinya."

Troll botak itu kemudian mengangkat si gadis kecil dari pelukan Zeus dan menggendongnya. Seperti gorilla menggendong anaknya. "Akan kubawa ke Leaky Cauldron," ujar troll botak itu. "Kau bawa semua barang-barangnya, ya."

Malas berdebat meski sebenarnya Zeus tak rela membiarkan troll botak itu yang menggendong Belle. Tapi dia sendiri pun belum tentu kuat menggendong si gadis kecil sampai ke Leaky Cauldron. Have no choice. Dia sampirkan gitar milik Belle ke punggungnya setelah terlebih dahulu dia masukkan ke dalam case-nya, bunga, botol air dan coklat dimasukkannya ke dalam sebuah kantong coklat besar. Zeus pun berlari menyusul troll botak.

"Papa, eh?" ujar Zeus memberikan cengiran super nakal pada troll botak itu. "Papa Belle adalah papaku juga. No complaint."


THE END.

Label:






Rabu, 16 Desember 2009 @ 18.06
`Diary Entry #1

Someday in Autumn 1984
21:00


Dear Diary,

Sekitar jam empat sore tadi terjadi sesuatu yang aneh pada diriku. Awalnya, aku sedang membaca surat dari Granny sambil menikmati brownies pemberiannya di atas pohon maple yang besar. Aku tak sangka, aku ternyata masih bisa memanjat! Kalau Ms. Leona dan Mom tahu, mereka pasti akan menceramahiku dengan kuliah tentang tata krama dan etika selama berjam-jam. Untung saja di Hogwarts, mereka tak bisa melihatnya. Karena kejadian selanjutnya pasti akan membuat mereka menambah ceramahnya masing-masing dua jam. Dan itu adalah pilihan yang buruk.

Aku tak berencana untuk jatuh, sungguh. Siapa, sih yang cukup bodoh untuk jatuh dari dahan kokoh pohon maple dengan sengaja? Kau tahu, Diary? Saat aku sedang makan tadi, ada seorang gadis seusiaku dari asrama musang yang tak sengaja menerbangkan pita rambutnya yang berwarna perak dan pita itu tersangkut pada ranting pohon maple-ku, bahkan tepat di dahan yang kududuki. Kau tahu, aku ini tak bisa diam saja melihat orang lain kesusahan, apalagi aku merasa aku mampu mengambilkan pita itu untuknya. Jadi, aku merangkak di dahan pohon, merayap perlahan sampai ke ujung hingga aku bisa meraih pita perak yang indah itu.

Ya, ya, setelah itu aku terjatuh karena ternyata dahan di bagian ujung itu tidak kuat menahan bobotku. Ya, aku terjatuh, Diary. Tidak langsung menghantam tanah karena saat itu ada Kak Arsha yang sedang duduk berteduh di bawah pohon maple-ku dan tubuhku jatuh tepat di kedua kakinya yang sedang bersila. Hanya keningku yang sempat terantuk batu kecil sehingga terluka. Di sana ada beberapa anak lain yang tidak kuingat namanya, hanya Saga yang kukenali selain Kak Arsha, itupun karena dia sekelas denganku. Anak itu cukup menyebalkan, ya. Dia bukannya membantu malah menyindir-nyindir dan menertawakan aku, lho.

Bagian teranehnya adalah saat Kak Arsha memberitahuku bahwa keningku terluka. Aku mengusap dahiku yang ternyata cukup banyak mengeluarkan darah dan ketika aku menatap telapak tanganku yang sedikit ternoda darah pada dua jemari, tahukah kau apa yang terjadi? Aku seperti mengalami kilas balik, dejavu. Aku melihat kedua telapak tanganku berlumuran darah, banyak sekali dan itu terlihat sangat nyata di mataku bahkan aku bisa mencium bau amisnya. Jelas bukan sekedar gambaran yang terwujud dalam benak semata. Dan pada akhirnya, aku mendengar teriakan keras di sekelilingku. Suara Mom, suara Dad dan suaraku sendiri.

Diary, tahukah kau apa maksud semua ini?

Darah siapa yang berlumuran di tanganku? Dan apa yang sebenarnya telah terjadi?

Yang aku ingat adalah telapak tanganku terlihat lebih kecil daripada telapak tanganku sekarang, jadi bila itu sebuah kejadian nyata pastilah terjadi beberapa tahun yang lalu—saat Dad masih hidup.

Tapi kapan?

Aku sama sekali tak bisa mengingatnya.

Haruskah kuanggap itu sebuah halusinasi belaka karena kepalaku terantuk cukup keras?

Entahlah, rasanya jawaban itu tak bisa memuaskan aku.



Sincerely,

Nabelle M. Elsveta

PS: Kejadian yang diceritakan pada diary ini adalah kisah yang terjadi pada "Half Alive"

Label: