<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6077693976780833028\x26blogName\x3dNabelle+Marion+Elsveta\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nabellemarion.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com/\x26vt\x3d-4581477069342913430', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
The Last Puzzle (1st Person PoV)
The Last Puzzle
The Prince and The Flower Fairy; 1986
Pieces of Memory (Belle's PoV)
She's a Pedophilia Virus
Transfigurasi Kelas 2
Herbologi kelas 2
Harmonika Gisell
Gerbong 5 : Kompartemen #13
I Want My DRAGON! (Belle Pov)


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Sabtu, 20 Februari 2010 @ 10.01
`The Prince and The Flower Fairy; 1986

Usianya sekarang sudah tiga belas tahun dan dalam beberapa bulan akan menjadi empat belas. Gadis itu masih tetap gadis kecil polos yang disayangi dan dimanja semua orang. Ia tidak berubah banyak dalam hal karakter namun perubahan pada tubuh femininnya sudah mulai terlihat. Tubuh mungilnya tahun ini bertambah sekitar tiga sentimeter, pinggangnya sudah berbentuk dan dadanya sudah tidak rata lagi. Rambut pirangnya yang dulu dipotong sebahu, kini sudah tumbuh memanjang dan berkilau dengan indah ketika angin sesekali melambaikannya. Ia sudah memasuki usia remaja meski ia masih seorang Nabelle Elsveta yang polos dan menyukai hal-hal berbau fantasi.

Belle duduk di salah satu kursi di dekat jendela bar kumuh Leaky Cauldron—tempat favoritnya—sambil menyesap butterbeer. Di tangan kanannya, ia memegang sebuah buku cerita bersampul biru muda yang mengisahkan tentang kisah cinta seorang pangeran pada peri bunga yang tinggal di halaman istananya. Boris, si kucing yang dipercaya sebagai jejadian naga kerdil, duduk diam di sisi meja—tertidur dan sesekali mendengkur. Tubuh kucing itu sedikit bertambah besar meski tidak terlalu kentara dan tetap tidak ada tanda-tanda bahwa Boris suatu hari akan menyemburkan api dari hidungnya. Belle tetap tak mau mengakui bahwa kucingnya adalah kucing biasa dan ia telah dibohongi oleh seorang pria yang ia suka yang memberikan kucing itu padanya tahun lalu.

Sepasang perak milik gadis itu menatap lurus pada teks-teks dalam buku yang sedang ia baca—tenggelam sepenuhnya dalam kisah petualangan dan cinta antara pangeran dan peri. Sesekali senyum terukir di wajahnya saat adegan dalam cerita itu menceritakan sesuatu yang manis, sesekali tawa renyah terdengar saat adegan lucu tersaji dan ia akan terdiam ketika adegan sedih yang ia baca. Melalui buku-buku yang ia baca, kebanyakan tokohnya mengalami cinta pada pandangan pertama, seperti halnya pangeran dan peri dalam buku yang sedang ia pegang sekarang.

Deskripsi mengenai perasaan yang dialami oleh peri dan pangeran, kadang membuatnya berpikir dan membandingkan dengan perasaannya sendiri pada Zeus. Banyak hal yang tidak terjadi pada dirinya seperti yang terjadi pada tokoh peri dalam buku. Ia tidak pernah merasa berdebar-debar apalagi bersemu merah jika memandang Zeus atau sekedar berada di dekatnya. Ia tidak merasa gugup ketika memeluk ataupun bermanja pada Zeus. Ia tidak merasa cemburu jika Zeus sedang bersama Emmy, tidak seperti tokoh peri yang marah-marah ketika pangeran berdansa dengan putri cantik dari kerajaan tetangga. Ia menyayangi Zeus, itu benar. Sejak awal mereka adalah saudara dan hubungan mereka yang berkembang menjadi pasangan kekasih terjadi begitu saja. Hanya karena ia terbiasa dengan keberadaan Zeus di dekatnya dan karena kepolosannya ia mengiyakan kata-kata Zeus bahwa mereka sebenarnya adalah pasangan kekasih. Dan ia mulai mengerti bahwa hubungan antara dirinya dan Zeus bukan cinta. Tak seharusnya mereka berpacaran.

Gadis itu meneruskan membaca bukunya, berpikir bahwa ia harus membicarakan masalah hubungan mereka dengan Zeus nanti. Air matanya menetes ketika pada bagian akhir buku itu menceritakan pengorbanan yang dilakukan peri bunga agar pangeran tetap hidup. Belle menutup buku ceritanya, meletakkannya di atas meja. Ia masih terpesona dalam kisah yang baru saja dibacanya. Kemudian ia meraih Boris ke dalam pelukannya. Kucing itu terbangun dan mengeong pelan, menatap nonanya dengan kedua mata birunya. Belle tersenyum dan menatap mata Boris, "Boris, Belle ingin merasakan cinta seperti yang dirasakan peri bunga itu. Siapa ya yang akan jadi pangeran untuk Belle?"



Monster-monster jahat itu mulai mengobrak-abrik negeri yang dipimpin oleh Pangeran Alexei. Gedung-gedung runtuh, mobil-mobil saling bertabrakan, mayat bergelimpangan di jalan—sungguh sebuah pemandangan mengerikan yang kini tersaji pada negeri yang terkenal dengan keindahannya. Pangeran Alexei berada di tengah-tengah itu semua, sedang berusaha memerangi para monster bersama dengan pengawal-pengawalnya. Satu persatu monster berguguran begitupun dengan para pengawal. Kini hanya tersisa satu monster dan sang Pangeran. Duel satu lawan satu.

Monster jahat meraung keras, membuat beberapa anak-anak yang sedang berlindung bersama orangtua mereka menjerit ketakutan dalam persembunyian mereka. Monster itu dua kali lebih besar dan lebih tinggi dari Pangeran Alexei. Mereka bertarung, pedang lawan cakar besar. Pangeran Alexei terdesak, luka pada kakinya membuatnya tidak bisa berdiri, pedangnya terlempar jauh darinya. Jelas, monster jahat itu dalam posisi menang dan sang pangeran dalam posisi kalah. Monster itu kembali mengayunkan cakar besarnya sambil meraung, Pangeran Alexei sudah tak mampu lagi menghindar. Ia pasrah apabila ia memang harus mati saat itu, ia akan mati demi negerinya. Pangeran Alexei memejamkan mata.


Kelanjutan dari kisah tersebut mungkin sudah bisa kau tebak. Saat Pangeran Alexei membuka mata, di hadapannya tergeletak peri bunga yang dicintainya. Monster jahat juga sudah lenyap dari pandangan. Luka yang diderita peri bunga teramat parah, ia melindungi sang pangeran dari serangan monster jahat dengan tubuhnya sendiri. Peri bunga itu melakukannya demi menyelamatkan pangeran yang begitu dicintai sehingga ia merelakan nyawanya sendiri. Peri bunga kemudian mati, wajahnya dideskripsikan terlihat cantik dengan senyum terukir.

Belle kembali tenggelam dalam kisah yang tersusun dari rangkaian kata dalam buku cerita miliknya. Buku itu mungkin sudah ditutup, tapi kesan dari cerita itu masih melekat dalam hatinya. Gadis itu terharu dengan keberanian peri bunga yang bersedia mengorbankan diri untuk seseorang yang dicintai. Ia tahu, ia cengeng karena menangisi tokoh dalam buku cerita. Tapi ia tak bisa memungkiri bahwa ia tersentuh dan ia ingin mengetahui bagaimana rasanya mencintai orang lain seperti cara peri bunga mencintai Pangeran Alexei. Rasanya seperti sebuah petualangan di pikirannya.

Ia menyandarkan kepalanya pada dinding di sisi kirinya, kedua tangannya memeluk Boris dan mengelus-elus bulu halus kucing itu—sesekali mengajaknya bicara. Kedua kelopak mata gadis itu terpejam, membayangkan sosok Pangeran Alexei dan peri bunga di benaknya. Sosok Pangeran Alexei yang terbayang di benaknya mirip dengan sosok Arshavin sedangkan sosok peri bunga tentu saja senior Ragnavald, kekasih Arshavin. Mereka berdua adalah pasangan paling serasi yang pernah ia lihat selama di kastil dan jangan lupa ada senior Dawne dan Maraschine yang sudah lulus tahun lalu. Saat di Pesta Akhir Tahun, senior Dawne dan Maraschine mempertontonkan kemesraannya. Ah, ngomong-ngomong soal itu, kakak-tak-berperike-kucing-an juga mesra sekali dengan Senior Janette saat itu. Juga Areski dan senior Pavarell yang berciuman di depan mata Belle. Kalau Jake, sih jangan dihitung. Ciuman antara cowok dengan cowok itu tidak bisa dikategorikan sebagai cinta. Jake juga pasti hanya becanda saat melakukannya.

Ternyata banyak juga Pangeran Alexei dan peri bunga di Hogwarts. Gadis itu memikirkan kemungkinan untuk bertanya pada Arshavin tentang perasaannya setiap kali bersama dengan senior Ragnavald. Apakah Arshavin berdebar-debar dan bersemu merah? Belle sungguh ingin tahu seperti apa rasanya jatuh cinta.

Atensinya teralih ketika seorang anak laki-laki tiba-tiba meletakkan sepiring waffle di mejanya dan menarik kursi di depan gadis itu.

“I beg your pardon, I never promised you a rose garden.”

Eh? Maksudnya? Apa salah orang?

Anak laki-laki itu memandangnya dengan tatapan ramah dan tersenyum sehingga gadis itu pun membalas senyumannya meski dengan ekspresi bingung. Jelas saja ia tidak mengerti kenapa tiba-tiba anak laki-laki itu bilang bahwa ia tak pernah menjanjikan taman mawar pada Belle. Memangnya Belle pernah bertemu dengan anak laki-laki di hadapannya itu? Sepertinya tidak. Jadi, ia memutuskan untuk menunggu anak itu melanjutkan ucapannya.

“Would you still be a princess if your next-prince told you that sentence?”

Anak itu kemudian mendudukan dirinya, menyandarkan punggung dan salah satu lengannya pada sandaran kursi. Terlihat nyaman dengan cara duduk tersebut, tatapannya tak lepas dari wajah Belle. Gadis itu hanya terdiam, menelengkan kepalanya ke samping—mencoba mencerna maksud dari kata-kata anak itu padanya. Kalau pangerannya nanti menyakiti dirinya, apakah ia akan tetap menjadi seorang putri? Begitu maksudnya? Gadis itu tersenyum dan mengangguk.

"Yes. I will still be a princess. No matter what."

“Don’t be too imaginative. What’s in those book could kill you.”

Kalau kata Teresa dan Miss Leona, orang seperti anak laki-laki di depannya itu adalah tipe orang yang suka menghancurkan mimpi. Tak bisa dibilang jahat, hanya saja cara mereka berpikir berbeda dan mereka tidak menyukai mimpi seperti halnya Belle. Mereka akan berusaha membuat orang-orang yang menyukai mimpi untuk tidak lagi mempercayainya. Belle meremas roknya di bawah meja, ia merasa tidak nyaman dengan kehadiran seseorang yang memiliki pemikiran berbeda dengan apa yang ia suka.

"Memangnya apa yang salah dengan buku-buku cerita? Mereka takkan membunuh Belle, kok. Buku-buku itu justru memberikan cerita-cerita indah yang menghibur," ujar Belle sambil tersenyum lebar. Ia takkan kalah dengan penghancur mimpi. Kemudian seorang laki-laki lain datang, Belle tidak memperhatikan dengan seksama siapa. Yang pasti laki-laki itu pasti lebih tua, memakai baju coklat kotak-kotak dan memegang gitar. Sepertinya pengamen.

Ku bukan superstar, kaya dan terkenal
Ku bukan pengemis yang miskin dan melarat
Ku bukan bangsawan tapi ku bukan gelandangan
Ku hanyalah orang yang ingin dinistai


Belle terkikik mendengar lirik lagunya yang aneh. Dan kalau mendengar nyanyian lucu seperti itu, hanya satu orang yang Belle ingat dengan jelas. Kakak tampan yang dua tahun lalu melayaninya di toko hewan sihir! Kak Raye namanya. Gadis itu mencoba memperhatikan wajah si pengamen dengan seksama, wajahnya tampan, rambutnya pirang lalu ia menyanyi dengan sangat serius meski liriknya sangat lucu. Ahhh, itu benar-benar Kak Raye! Senyum lebar pun seketika merekah di wajah mungil Belle, membuat kedua matanya terlihat semakin sipit saja. Gadis itu memutar tubuhnya menyamping lalu melambaikan tangan dan memanggil si pengamen, "Kak Raye!!"

Ia tidak menyadari bahwa ada sosok lain yang tengah mendekatinya dari belakang, "Pemuda itu menganggumu nona? Ckck, jahat sekali ya." Gadis itu terkejut dan terlonjak di kursinya. Tubuhnya terhuyung dan ketika itu ia menolehkan wajahnya ke arah sosok yang mengejutkannya tadi. Ia menoleh tanpa memperhitungkan jarak, tak menyangka bahwa wajah seorang laki-laki berambut pirang akan begitu dekat jaraknya dengan wajahnya sendiri. Saat ia tersadar, bibirnya dan bibir laki-laki itu telah saling bersentuhan.

Ci—ciuman?!

"Huaaaa!" pekik Belle cepat-cepat menarik tubuhnya. Wajahnya memerah, jantungnya berdebar-debar dan matanya terbelalak.

Belle akan hamil... Mommy...



Will it taste like candy?
Will it be that sweet?
Will our hearts be racing to a heavenly beat?


Gadis kecil itu masih terpaku di tempatnya, kristal perak kembarnya masih menatap kedua bola mata anak laki-laki di hadapannya. Sebelah tangannya masih menyentuh bibirnya sendiri dan wajahnya masih memerah karena malu. Ia bisa merasakan degup jantungnya yang berpacu semakin cepat ketika kristal peraknya mulai bergulir menyusuri wajah tampan yang baru saja ia cium tanpa sengaja. Bibir anak laki-laki itu telah bersentuhan dengan bibirnya sendiri, persis seperti yang dilakukan pangeran Alexei dan peri bunga dalam buku ceritanya. Rasanya begitu lembut dan manis. Perlahan, Belle membasahi bibirnya dan menggigit pelan bibir bawahnya yang tipis. Waktu seolah-olah berhenti dan ia masih tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi sampai anak laki-laki itu memecahkan keheningan dengan komentarnya tentang yang barusan terjadi.

"Wah, wah berani juga kau ya nona, agresif sekali"

Wajah Belle semakin memerah dan ia tertunduk. Ia tahu, jika dilihat sekilas, apa yang baru saja terjadi tampak seperti disengaja olehnya meski kenyataannya tidak seperti itu. Gadis kecil itu tak tahu bahwa anak laki-laki itu ada di belakangnya dan justru ia terkejut sehingga menoleh ke belakang.

Lalu ciuman itu terjadi.

Belle menelan ludah, "Maafkan Belle..."

You’re the one who want it—it wasn’t her.

Tiba-tiba, anak laki-laki yang duduk di depan Belle berkomentar dengan tenang sambil menyuapkan waffle ke mulutnya. Kedua mata anak itu terlihat bermusuhan saat memandang anak laki-laki di belakang Belle. Gadis kecil itu mengira, mungkin mereka berdua sudah saling mengenal dan hubungannya tidak akur. Atau mungkin seperti Areski dan Jake. Entahlah. Gadis kecil itu hanya diam menatap kedua anak laki-laki itu bergantian, kemudian menatap pada Rayearth yang masih asyik bernyanyi—meminta pertolongan.

“Want me to punch him?”

"No, no. No need to do that. It's not his fault...," Belle panik ketika anak laki-laki yang sedang makan itu tiba-tiba menawarkan diri untuk menghajar anak laki-laki yang telah merebut ciuman pertamanya tanpa sengaja. Jantungnya masih berdegup kencang, masih belum sepenuhnya melupakan kejadian mengejutkan tersebut. Ia takut ciuman barusan akan menyebabkan dirinya hamil. Usianya baru tiga belas tahun, terlalu muda untuk menjadi seorang ibu.

“Cup..cup..Nabelle sayang,” Gadis kecil itu terdiam ketika kemudian Rayearth menghampiri dan memeluk dirinya. Pemuda itu menepuk-nepuk kepala Belle, membuat gadis kecil itu sedikit lebih tenang meski jantungnya masih terus berdebar.

Seperti saat peri bunga berciuman dengan Pangeran Alexei.

Belle merapatkan wajahnya di tubuh Rayearth, pandangannya kembali tertuju pada anak laki-laki pirang dengan headphone melingkar di lehernya. Lagi-lagi bayangan saat bibir mereka bersentuhan kembali muncul di benaknya.Apakah peri bunga juga merasa seperti ini saat pertama kali berciuman dengan Pangeran?

"Kau...," ujar Belle pada anak laki-laki itu, "Kau akan jadi Daddy dari bayi Belle nanti. Namamu siapa?"

Dia harus tahu siapa nama ayah dari calon jabang bayi di perutnya, bukan?

Label: