<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6077693976780833028\x26blogName\x3dNabelle+Marion+Elsveta\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nabellemarion.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com/\x26vt\x3d-4581477069342913430', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
Om, ganteng deh. Jangan ya :)
Kelas Ramuan Pertama
Event Halloween Ball part 3
The Tale of Macturian
Event Halloween Ball part 2
Event Halloween Ball
Berburu Naga Kerdil
Another Universe versi preman
Another Universe (MENGGILA MODE)
Orkes Dangdut Keliling


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Jumat, 20 November 2009 @ 21.28
`Half Alive

Pakaian Belle.



Pagi ini saat sarapan di aula besar, Belle mendapatkan kiriman surat dari Nenek Rusia-nya beserta sebuah paket besar dalam kotak berwarna hijau muda—warna kesukaan Belle. Gadis kecil itu belum sempat membuka paket dan membaca suratnya karena kelas dimulai 10 menit setelah sarapan. Karena itulah, Belle menunggu hingga semua pelajaran selesai supaya dia dapat lebih leluasa membaca surat dan membongkar isi paketnya. Gadis kecil itu tak sabar, dia benar-benar penasaran dengan apa yang dikirimkan oleh Nenek Rusianya. Belle suka sekali hadiah dan paket besar itu terlihat seperti hadiah di matanya. Karena itulah, dia berusaha mengerjakan semua tugas-tugas yang diberikan di kelas agar dia bisa cepat kembali ke asrama dan memuaskan hasratnya.

Langkah-langkahnya tak terhenti meski sesekali berbenturan dengan bahu seseorang saat gadis kecil itu berlari naik ke menara Ravenclaw. Wajahnya penuh dengan senyum. Dia benar-benar sudah tidak sabar untuk membuka kotak hijau muda tersebut. Dia tak peduli pada pandangan orang-orang yang memperhatikan kelakuannya dan malah melemparkan senyum lebar dan sapaan basa-basi pada mereka.

Mata gadis kecil itu berbinar-binar saat kotak besar itu sudah ada di pangkuannya. Jemarinya perlahan merobek kertas pembungkus paket itu dengan rapi—memikirkan kemungkinan untuk menggunakan kertas pembungkus itu sebagai sampul buku. Dengan cepat ia melipat kertas pembungkus yang sudah terlepas sepenuhnya dari kotak kardus coklat yang ada di dalamnya kemudian melihat isi dari kotak itu—sebuah jumpsuit berbahan katun berwarna hijau muda seperti kertas pembungkusnya, lengkap dengan bando berbentuk pita dengan warna senada. Belle yakin, jumpsuit itu pasti jahitan Nenek Rusia sendiri. Meski Nenek Rusia masih keturunan bangsawan, beliau sangat mahir menjahit. Beberapa pakaian Belle adalah hasil jahitannya. Nenek Rusia bilang, menjahit dengan metode muggle lebih menantang ketimbang menggoyangkan tongkat sihir. Lucu juga, ya. Banyak orang suka dengan hal yang serba praktis, Nenek Rusia-nya malah terbalik. Gadis kecil itu tersenyum lalu melanjutkan pembongkaran paket tersebut. Di dalam kotak itu ternyata masih ada berkotak-kotak cokelat kodok, sekantong penuh bom kotoran (Nenek Rusia bisa becanda juga rupanya), dan beberapa kotak brownies coklat super lezat buatan Nenek Rusia. Puas membongkar paketnya, Belle menyimpan semuanya itu di kolong ranjangnya setelah menyisakan satu kotak brownies untuk dijadikan cemilannya sembari membaca surat nenek. Gadis kecil itu berniat membacanya di halaman.

Dengan cepat, Belle mengganti jubah Ravenclaw-nya dengan jumpsuit yang baru saja diterimanya—merapikan rambutnya dan memasang bando hijau mudanya di kepala (memang dimana lagi?). Gadis kecil itu lalu memilih menggunakan sepasang ballet shoes berwarna putih yang manis untuk membalut kaki mungilnya.

PERFECT—

Gadis itu membawa keranjang kecil berisi sekotak brownies, sebotol air mineral, sweater putih, Banana, Lemon dan tak lupa surat dari Nenek Rusia dia masukkan ke dalam kantong bajunya. Waktunya untuk berpiknik di halaman. Dengan riang gadis itu mengayunkan kedua kaki mungilnya ke halaman.

Cuaca musim gugur memang cenderung dingin, tapi sore itu sepertinya cuaca sedang bersahabat dengan gadis kecil berambut pirang yang sedang melompat-lompat kecil di hamparan karpet hijau sang bumi. Daun-daun berwarna oranye dan coklat berjatuhan bagaikan hujan—menyelimuti beberapa bagian rerumputan yang masih hijau. Gadis itu menghampiri sebuah pohon maple yang cukup tinggi dan besar—berniat untuk berteduh di bawahnya. Namun tiba-tiba sebuah pikiran nakal terbersit di otaknya saat ia menengadah dan melihat bahwa pohon besar itu memiliki dahan-dahan yang kokoh dan mudah untuk dipanjat dan diduduki. Berpiknik di atas pohon sepertinya menyenangkan juga, pikir gadis kecil itu nyengir.

Pertama, gadis kecil itu meletakkan keranjangnya di dahan tertinggi yang bisa digapainya lalu berpegangan pada dahan tersebut dan menjejakkan kaki kanannya pada sebuah dahan pendek. Hup—Dipindahkannya lagi keranjangnya ke dahan yang lebih tinggi dan dijejakkannya sekali lagi kaki kanannya, begitu terus-menerus hingga dia sampai di dahan terpanjang di pohon itu—sekitar tiga meter dari atas tanah.

Gadis kecil itu bersandar pada batang pohon dan menjulurkan kakinya ke bawah, masing-masing di sisi kiri dan kanan. Keranjangnya dia letakkan di depannya. Gadis kecil itu kemudian membuka kotak berisi browniesnya dan mengambil satu potong besar. Perlahan dijejalkannya ke dalam mulut—nyam—brownies buatan Nenek Rusia memang paling lezat. Setelah itu Belle menepuk-nepuk kedua telapak tangannya, membersihkannya dari remah-remah brownies yang menempel. Jemarinya mengambil surat Nenek Rusia dari dalam keranjang kecilnya.

Saat dia menunduk, kristal abu-abu mudanya melihat seorang anak laki-laki menghampiri pohon tempatnya berpiknik dan duduk bersila di bawahnya. Biar saja, pikirnya. Lalu, saat dia membaca surat dari Nenek Rusia yang isinya kurang lebih menanyakan kabarnya dan menceritakan soal kakek Rusia-nya, tak lama terdengar olehnya suara sopran khas seorang perempuan di bawahnya. Rupanya, entitas yang bersantai di bawah bertambah satu orang. Gadis kecil itu mengambil satu lagi potongan brownies dan mengunyahnya sambil meneruskan membaca surat. Tak peduli dengan percakapan yang sedang terjadi di bawahnya.

'Apakah kau bisa mengikuti pelajaran-pelajaran yang diajarkan di Hogwarts? Sayang sekali kau tak diterima di Gryffindor, Marion. Kuharap kau tidak terlalu bersedih karenanya.'

Gadis kecil itu tersenyum dan berbisik perlahan, "Aku betah disini, Nek. Dan aku sudah tidak sedih soal asrama, aku merasa cocok di Ravenclaw." Marion. Sudah lama sekali dia tidak dipanggil dengan sebutan itu. Hanya Nenek dan Kakek Rusia yang memanggilnya dengan nama Marion, katanya itu karena nama tersebut adalah pemberian dari mereka. Panggilan itu membuatnya jadi rindu pada kastil di Rusia. Mungkin liburan nanti, dia akan mempertimbangkan untuk berlibur disana.

“Ionatte… Pitaku.”

Samar-samar terdengar olehnya suara sopran yang berbeda dengan yang pertama. Sepertinya semakin ramai saja yang berteduh di bawah pohonnya. Pita, katanya? Belle menyapukan pandangannya ke sekeliling dan terlihat olehnya sebuah pita perak tersangkut di ranting dahan yang ia duduki sekarang. Gadis kecil itu berpikir sebentar, mampukah dia mengambilkannya? Pita tersebut tersangkut di bagian paling ujung ranting. Apakah bagian depan dahan yang semakin mengecil itu kuat menahan bobotnya? Gadis kecil itu perlahan mengubah posisi duduknya, ia condongkan tubuhnya ke depan dan menaikkan kedua kakinya perlahan ke belakang—pose merangkak. Belle maju perlahan-lahan dengan sedikit gemetar.

Sedikit lagi, sedikit lagi—gadis kecil itu menyemangati dirinya sendiri. Ah, sampai. Gadis kecil itu menjulurkan tangannya dan ketika pita perak itu telah ada dalam genggamannya dengan aman, tiba-tiba dahan yang dia duduki berderak keras—patah dengan sukses. Gadis kecil itu tanpa bisa berbuat apa-apa terhempas ke tanah dengan menggenggam pita perak di tangan kanannya.

BRUKK!

Sesaat pandangannya gelap—pingsan beberapa saat, mungkin. Keningnya sakit, sepertinya terbentur sebuah batu kecil yang sedang berjemur di atas rumput saat jatuh tadi. Namun, ada sensasi lain yang aneh. Bagian dada hingga pahanya tidak bersentuhan dengan rumput yang lembab tapi seperti berada di atas sesuatu yang hangat dan empuk. Sambil mengusap keningnya yang terluka, gadis itu membuka kelopak matanya. Rupanya dia terjatuh tepat di atas pangkuan seseorang yang sedang duduk bersila di bawah pohon! Gadis kecil itu perlahan menggerakkan tulang lehernya, menatap si pemilik kaki bersila dengan wajah memerah.

"Kak Arshavin?"


****

Beberapa saat yang lalu dia masih berada di atas dahan pohon, menikmati brownies pemberian nenek sembari membaca surat dari pengirim yang sama sambil memandangi langit. Dan sekarang tubuhnya tertelungkup di atas kaki seseorang yang dikenalinya sebagai Kak Arshavin si kakak-minim-ekspresi. Permata abu-abu mudanya kini menatap pada langit yang lain.

“Kau…” ujar Arshavin dengan alis bertaut. Ekspresi keterkejutan yang sangat-sangat minim seperti biasanya, khas seorang Arshavin Windstroke. Belum sempat Arshavin melanjutkan kata-katanya, seseorang telah datang memotong kalimat yang masih tertahan di bibir Arshavin dengan kalimat panjang bernada menyindir.

"Daripada terdiam seperti itu, kenapa kau tidak cepat bangun saja dan meminta maaf karena sudah menimpa seseorang, hm?"

Belle perlahan mengarahkan pandangannya pada si pemilik suara yang rupanya adalah teman setingkat dan se-asrama dengannya, Saga. Keningnya berkerut sesaat sebelum kemudian gadis kecil itu memberikan cengiran malu sebagai tanggapan atas kalimat tersebut, cengiran yang kemudian menghilang seiring dengan rentetan pertanyaan lanjutan dari sosok yang sama.

"Atau mungkin, kau berniat berlama-lama merepotkan yang kau timpa, hm?"

Kali ini Saga melemparkan senyum meledek ke arahnya. Membuat Belle serta merta memonyongkan bibirnya—cemberut. Coba saja kau jatuh dari atas pohon sepertiku. Apa kau bisa cepat-cepat bangun dengan kepala sakit begini? Belle bergumam kesal.

“Gadis itu hanya terjatuh.” ujar Arshavin pada Saga sembari mengangkat tubuh Elsveta dari pangkuannya dengan sebuah rangkulan singkat. Belle kini duduk bersandar pada pohon yang telah menjadi saksi bisu kecerobohan dan kenekatannya tadi. Dipandangnya Arshavin dengan tatapan berterimakasih. Setidaknya kata-kata Arshavin menandakan bahwa dia tidak merasa direpotkan oleh Belle sehingga gadis itu bisa bernafas lega. Kak Arshavin memang baik hati, pikir gadis kecil itu, tersenyum senang.

Kemudian, seorang gadis kecil yang diyakininya sebagai pemilik pita perak dalam genggamannya datang menghampiri dengan wajah bersalah. Membuat Belle dengan spontan tersenyum lembut pada gadis itu. Suara 'ngiiing' dalam kepalanya yang masih sakit membuat Belle tak mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh gadis yang kini mengulurkan tangan kepadanya itu. Entah meminta maaf atau berterimakasih, Belle tak tahu. Perlahan, Belle mengulurkan pita perak di tangannya ke atas telapak tangan gadis musang itu. "Jangan sampai terbawa angin lagi, ya. Aku tak menjamin bisa mengambilkannya lagi untukmu," ujar Belle bergurau agar si gadis musang merasa lebih baik.

Dirasakannya Arshavin yang duduk di sampingnya bangkit berdiri membuat beberapa helai rumput kecil berjatuhan ke sisi Belle. Langitnya menatap pada kening mungil Belle, “Keningmu terluka, Nona.” Informasi mengalir dari bibir sang langit dan lagi-lagi tanpa ekspresi baik di wajah ataupun pada intonasi suaranya.

"Oh," ujar Belle sembari mengusap bagian keningnya yang tadi berciuman dengan batu. Dilihatnya cairan merah kental menempel di sepanjang jari-jarinya saat dia mengangkat kembali jemarinya. Darah.

Tiba-tiba saja gadis kecil itu merasa mual ketika sensasi seperti de javu melanda benaknya. Dia merasa pernah mengalami kejadian yang sama saat memandang telapak tangannya. Sedetik dilihatnya telapak tangan itu berlumuran darah, sedetik kemudian hanya jari-jarinya yang ternoda dengan warna merah gelap tersebut. Bau amis darah imajiner tiba-tiba memenuhi indera penciuman Belle. Dan sekali lagi telapak tangan itu berlumuran cairan merah gelap. Rona wajah Belle memucat seperti kertas. Gadis kecil itu tak paham dengan apa yang sedang terjadi padanya. Dia yakin tak pernah melihat hal seperti itu sebelumnya. Tatapan kedua permata kembar Belle tetap terpaku pada telapak tangannya saat sedetik kemudian jeritan ketakutan melengking dari bibir mungil sang elang kecil.

"AAAAAAAAAAAAAAAAH..."

Label: