<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6077693976780833028\x26blogName\x3dNabelle+Marion+Elsveta\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nabellemarion.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com/\x26vt\x3d-4581477069342913430', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
The Tale of Macturian
Event Halloween Ball part 2
Event Halloween Ball
Berburu Naga Kerdil
Another Universe versi preman
Another Universe (MENGGILA MODE)
Orkes Dangdut Keliling
Unperfect
Money Tree?
Kelas Sejarah Sihir


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Rabu, 18 November 2009 @ 08.14
`Event Halloween Ball part 3

Gadis kecil itu sebenarnya masih ingin menikmati dansanya dengan pangeran imajiner dan bayangan ayahnya. Rasanya lebih nyaman daripada harus berdansa dengan orang asing yang tidak dikenalnya. Tak peduli meski pasangan-pasangan yang lain saling mencari, Belle lebih suka disini. Dia memang tidak begitu betah dengan keramaian. Tapi karena kini di hadapannya ada seorang anak laki-laki dengan kemeja putih beraksen dasi model pita, dilengkapi coat hitam panjang dan topeng hitam—dengan terpaksa keasyikannya dihentikan sementara. Jika disapa harus menjawab, begitulah yang diajarkan Ms. Leona.

"Illusory prince and dad?" anak lelaki itu mengulangi jawabannya dengan heran. "Two people at once, eh? That's good; you must be an expert in dancing, if I may guess?"

Entah kenapa pertanyaan yang berupa ulangan dari jawabannya itu sedikit membuat Belle malu. Ya, anak lelaki itu pasti menganggapnya sudah gila sekarang—tanpa sadar tangan kanannya menggaruk pelan pipinya yang tidak gatal, grogi. Berdansa sendirian dengan pangeran imajiner dan bayangan ayahnya memang menyenangkan hatinya tapi pasti terlihat aneh di mata orang lain. Belle tahu itu. Tapi, ya sudahlah. Sudah terlanjur mau bagaimana lagi. Parahnya lagi, ternyata anak lelaki yang menangkap basah dirinya sedang melakukan hal bodoh tersebut ternyata adalah pasangan dansanya. Lengkaplah sudah. Rasanya ingin sekali Belle melompat ke dasar Danau Hitam dan bermain-main dengan tuan gurita raksasa. Bayangkan saja, anak laki-laki itu malah tertawa saat dia menyodorkan kertas bernomor 85 tersebut. Untung saja wajahnya tertutup separuh, dengan tulus Belle berterimakasih pada topeng yang menyelamatkan harga dirinya. "Mereka bergiliran, kok—I mean, my illusory prince and my dad. Dan aku tidak terlalu ahli berdansa karena pasangan dansaku selama ini hanya almarhum Daddy dan kakekku. But, I like to dance," jawab Belle sambil tertunduk malu.

"By any chance, do I know you, Miss?"

Tentu saja tidak karena satu-satunya anak laki-laki bermata belang yang Belle kenal adalah Kak Thanatos yang ganteng sekaligus seram. Belle bergidik mengingat kejadian saat Pesta Awal Tahun, tatapan matanya itu lho—menusuk. Seram sekali hingga membuat gadis kecil itu melakukan hal bodoh dengan—ah, lupakan. Hal memalukan seperti itu tak perlu dibahas. Sekarang yang terpenting adalah meladeni pasangan dansa yang ada di hadapannya ini. Mudah-mudahan anak laki-laki itu tidak terlalu lama menganggapnya sebagai gadis gila.

"No, Sir. We haven't met before," jawab gadis itu sembari menyunggingkan senyum. Kali ini, dia takkan mempermalukan dirinya lagi, "Keberatan kalau aku ambil minuman dulu? Aku agak haus."

*****

Pasangan dansanya sepertinya tipe orang yang acuh tak acuh dan itu membuatnya agak sedikit rileks. Gadis itu kini menggenggam segelas cairan berwarna semerah darah, meneguknya perlahan dan memuaskan kerongkongannya yang sejak tadi terasa kering. Sekarang, Belle merasa lebih segar. Indera pendengarannya tiba-tiba menangkap suara ribut-ribut yang berasal tak jauh darinya. Gadis kecil itu dengan cepat membalikkan tubuhnya dan memperhatikan beberapa senior yang terlibat dalam keributan tersebut. Ada satu wajah yang tak disukainya disana yang sepertinya telah memotong poin dari asrama Gryffindor. Gadis itu menggeleng perlahan lalu melangkah kembali ke tempat pasangannya berada dan dia tidak menemukannya.

Kristal abu-abu mudanya mencari-cari sosok tersebut dan akhirnya melihatnya sedang mendekati sebuah piala dengan bentuk pegangan seperti naga di dekat gramafon. Anak laki-laki itu memasukkan sesuatu ke dalam piala tersebut yang kemudian memantulkan cahaya api biru membakar sesuatu yang dimasukkan olehnya. Gadis kecil itu bertanya-tanya dalam hati, untuk apa gerangan anak laki-laki tersebut melakukan hal itu. Ini pesta pertamanya di Hogwarts, wajar bila dia tak tahu teknis tentang pesta disana. Anak laki-laki tersebut sekarang sedang melangkah kembali ke tempatnya sambil tersenyum kecil.

"So, enjoying the ball, yet? Have you vote for the Queen and King of the Ball?"

Oh, jadi untuk memilih Raja dan Ratu Pesta, toh. Belle mengangguk-angguk pelan lalu menatap pasangannya dengan senyum, "Tidak terlalu menikmati, sejujurnya. Aku tidak terlalu suka keramaian. Dan belum, aku belum memilih siapapun. Karena aku hampir tidak kenal siapa-siapa yang kurasa cocok menjadi pilihan." Gadis itu terdiam, berusaha mengingat-ingat siapa yang sudah dia kenal dan cocok untuk menjadi Raja dan Ratu Pesta. Gadis itu kembali menggeleng, "Rasanya aku tidak akan memilih tahun ini."

Dia takkan di detensi hanya karena tidak memasukkan pilihannya, bukan? Seandainya dia sudah mengenal banyak orang disana, dia akan lebih mudah memilih. Tapi untuk saat ini, gadis kecil itu benar-benar tidak tahu harus memilih siapa. Ah! Tiba-tiba di kepalanya seolah ada lampu menyala. "Oh, aku tahu!" Gadis itu cepat-cepat menulis di atas perkamen dan berlari mendekati piala besar, melemparkan perkamen yang sudah dilipat-lipat ke dalam nyala api biru yang membakarnya. Kemudian gadis itu berlari kembali ke tempat pasangannya berada. Rasa hangat karena berlari menjalari tubuhnya yang sejak tadi kedinginan, membuat pipi gadis kecil itu berwarna kemerahan.

"Hm," gadis kecil itu menatap pasangan dansanya, perlukah ia mengajak anak laki-laki itu berdansa? "Kau mau berdansa?" tanya gadis kecil itu akhirnya meski ia sudah ingin cepat-cepat pergi dari tempat yang semakin bising itu.


TEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEETTTT!


Suara terompet yang memekakkan telinga tiba-tiba terdengar tepat setelah gadis kecil itu menyelesaikan kalimatnya. Dan instruksi di langit menyebutkan bahwa mereka harus berganti pasangan. Gadis itu menatap pasangannya dengan wajah miris, "Ups, kurasa waktunya sudah habis. Maaf kau jadi tak sempat berdansa. Kurasa aku akan meninggalkan tempat ini, terlalu bising. Kalau kau mau ikut, terserah."

Gadis kecil itu mengayunkan kakinya, meninggalkan pasangan dansanya di belakang dan keluar melalui gerbang masuknya tadi. Dia lelah. Tempat yang terlalu bising memang melelahkan.

Label: