<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://draft.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d6077693976780833028\x26blogName\x3dNabelle+Marion+Elsveta\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://nabellemarion.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com/\x26vt\x3d-4581477069342913430', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
Money Tree?
Kelas Sejarah Sihir
Hasil Karya Belle -Om Banshee-
It's Fun, huh!?
Halaman - Tek Dunk: MAU PETASAN?
Registrasi Klub Musik
Kelas Herbologi - Ravenclaw & Slytherin
On a Rollercoaster Ride
Pesta Awal Tahun 1984
Come and Play With Me -Thread Reza-


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Rabu, 11 November 2009 @ 08.41
`Unperfect

Gadis kecil itu kembali melangkah ke tempat yang telah memberinya banyak memori selama di Hogwarts —Danau. Memang, gadis itu belum terlalu lama ada disana, tapi kesan dan kenangan yang tersimpan di benaknya cukup untuk membuatnya merasa ada di rumah. Kaki-kaki mungilnya yang terbalut boots berwarna coklat muda mengayun perlahan, kedua tangannya ia kaitkan di balik punggungnya. Seperti biasa, senandung selalu terdengar mengalun dari bibir mungilnya. Kejadian apa lagi yang akan ia alami sekarang di tempat ini? Ia belum tahu. Semoga saja kali ini adalah kejadian yang menyenangkan seperti saat ia berhasil merapalkan sebuah mantera dan membuat sebuah batu kecil melayang sesaat. Wingardium Leviosa, eh?

Gadis itu kini berdiri di tepi danau, kristal abu-abu mudanya sibuk memandangi riak-riak air yang sesekali terbentuk oleh dedaunan yang berjatuhan dari pohon. Musim gugur —indah. Riak-riak air itu bila dibandingkan dengan kehidupan, mungkin bisa diartikan sebagai problema atau masalah yang terkadang datang dalam kehidupan seseorang —tak peduli siapa dirimu. Takkan pernah ada kehidupan yang selalu tenang dan damai—

Life is unperfect—

—sama seperti permukaan danau hitam yang kini ia pandangi, terkadang timbul riak yang mengganggu ketenangannya sesaat sebelum kembali tenang. Bagaimana dengan kehidupannya sendiri? Jelas, ia pun tak terhindarkan dari riak tersebut. Riak besar maupun riak kecil telah dialami oleh gadis kecil itu. Riak terbesarnya adalah saat ibunya memberitahukan kenyataan bahwa ayahnya telah meninggal karena pelahap maut. Sebuah riak yang mengambil waktu cukup lama mengganggu di permukaan hati gadis itu. Tapi, riak tersebut kini telah hilang —berganti dengan ketegaran dan ketenangan yang menguatkan dirinya.

Gadis itu kemudian teringat pada pelajaran yang ia pelajari siang tadi. Sejarah Sihir. Menarik. Pelajaran yang sangat menarik dan menggugah minatnya untuk mengajukan pendapat dan juga pertanyaan. Dan kini, ada sebuah pertanyaan baru terbersit di benaknya. Apabila tak ada yang namanya penyihir, apakah dunia ini akan berbeda? Atau sebaliknya, jika tak ada muggle, apakah dunia ini akan lebih damai? Apakah ayahnya masih akan ada di sisinya saat ini? Gadis itu menghela nafas —merapatkan jaket yang ia kenakan ke tubuhnya. Itu adalah sebuah pertanyaan yang sia-sia, bukan? Sebuah pertanyaan yang takkan ada jawabannya. Karena pada kenyataannya, penyihir dan muggle telah ada. Dan kenyataan bahwa dirinya sendiri adalah satu insan yang tercipta sebagai buah cinta dua kaum tersebut. Layakkah dirinya mempertanyakan hal tersebut?

Kristal abu-abu mudanya kemudian menangkap sebuah sosok yang sedang terbaring dalam pelukan bumi hijau —terlihat menikmati semilir angin sejuk di sore hari ini sambil menatap langit. Sepertinya menyenangkan. Gadis itu perlahan menghampiri si bocah yang ternyata se-asrama dengannya. Lis biru pada jubahnya yang memberitahu.

"Hai, sedang menikmati bumi?" sapa gadis berambut pirang itu lembut —kemudian ia turut membaringkan tubuhnya di atas pelukan bumi hijau di samping bocah itu.


*****

"Begitulah...paling tidak masih bisa menikmati horizon biru dibandingkan hitam..."

Seulas senyum mengikuti kata-kata yang terucap dari bibir bocah lelaki yang berbaring di samping Belle. Gadis kecil itu memperhatikan sulaman nama pada jubah si bocah—Kirya Zelganus. Nama yang unik. Belle balas tersenyum pada Zelganus, "Namaku Nabelle. Kau boleh panggil aku Belle, Zelganus." Gadis itu merasa perlu menyebutkan namanya karena saat itu dia tidak mengenakan jubahnya. Demi kesopanan.

Pelukan bumi hijau terasa begitu lembut melindungi tubuhnya. Jemarinya bergerak lembut mengusap karpet rumput yang dingin dan sedikit lembab. Wajahnya menatap ke atas, senyum tersungging tipis dan matanya terpejam. Perlahan gadis kecil itu menghirup udara dingin yang menyejukkan saluran pernafasan dan paru-parunya—segar. Kelelahannya hari ini terasa menguap bersamaan dengan dihembuskannya udara dari bibir mungilnya. Kelopak matanya perlahan terbuka, mengijinkan kristal kembar abu-abu mudanya mengintip keindahan langit sore berwarna biru kelam itu—sebuah warna hangat yang diberikan bumi untuk penghuninya. Langit yang demikian luas selalu membuatnya merasa sangat kecil, membuatnya bisa merasakan keberadaan satu sosok maha kuasa yang konon ada di atas sana memperhatikan perilaku manusia. Pribadi seperti apakah yang telah menciptakan segala keindahan yang memanjakan kristalnya di bumi ini? Lagi-lagi, sebuah pertanyaan tanpa jawaban terbersit dalam benak gadis kecil itu.

Belle memandangi beragam bentuk awan yang menghiasi sang langit satu persatu. Kebanyakan awan-awan tersebut berbentuk seperti gula-gula kapas yang manis dan berbentuk seperti bulu domba yang tebal dan hangat. Tertawa kecil saat menemukan bentuk-bentuk awan yang menurutnya konyol dan aneh. Lalu sebentuk awan menarik perhatiannya, gadis kecil itu mengulurkan kedua tangannya ke atas—menggabungkan jempol kanan dan telunjuk kanan dengan pasangan kirinya membentuk sebuah frame jemari. Belle memperhatikan dengan seksama, hendak memastikan bentuk awan itu benar-benar seperti dugaannya. Teddy Bear. Gadis itu tertawa saat dugaannya benar.

Langit itu demikian damai. Awan-awan seolah bersatu padu menghiasi sang langit dengan ketenangan. Sosok sang bulan pun mulai terlihat mengintip di balik salah satu awan di atas sana. Tanda bahwa malam akan segera datang menyambut manusia. Sebuah kedamaian yang terasa timpang bila kembali memikirkan apa yang terjadi di masa lalu antara kaum penyihir dan muggle. Padahal mereka sama-sama manusia, kenapa harus saling membinasakan? Bukankah perbedaan justru membuat bumi semakin indah dan tidak monoton? Tak bisakah manusia belajar dari bumi? Manusia seharusnya menelaah satu persatu makna yang terkandung pada bumi seperti 'riak-riak air' contohnya. Berjuta-juta perbedaan yang dimiliki bumi justru membuat bumi menjadi sesuatu yang indah, bukan? Bayangkan jika di bumi hanya ada satu macam pohon, satu macam bunga dan satu jenis binatang? Membosankan bukan. Apalagi jika hanya ada satu jenis manusia dengan wajah dan perawakan yang sama persis. Oh, itu akan sangat mengerikan. Sungguh.

"Zelganus," panggilnya pelan, "Bumi itu luar biasa, ya."

****

Bumi itu luar biasa.

Kristal abu-abu muda milik gadis itu masih terkunci ke langit, masih memandangi sang awan berbentuk Teddy Bear. Meskipun pikirannya tak lagi terarah sepenuhnya ke sana. Gadis kecil itu menarik sudut-sudut bibirnya membentuk segaris senyum sembari menghirup oksigen masuk kembali ke dalam organ kembarnya. Kedua tangannya kini ia letakkan kembali di atas surai-surai hijau milik sang bumi, perlahan digerakkan punggung tangan di atasnya menikmati sensasi tekstur rumput yang lembab di kulitnya. Gadis kecil itu menutup kedua kelopak matanya—menajamkan indera pendengarannya. Suara gemerisik daun-daun yang tertiup angin lembut, suara benturan daun yang berguguran ke permukaan air, suara ikan-ikan kecil yang melompat ke atas permukaan danau lalu menyelam masuk kembali ke air kini terdengar begitu jelas di telinganya—mengirimkan gelombang yang menenangkan ke seluruh tubuhnya.

The earth is perfect—

—but humanity is NOT

Bumi itu luar biasa, ia telah diciptakan dengan begitu sempurna oleh satu pribadi maha dahsyat yang tak terlihat di atas sana. Sebuah ironi yang seringkali menjadi perlawanan dalam nurani manusia yang bertanya-tanya apakah pribadi tersebut sungguh ada. Sesungguhnya, bukankah hal itu tak perlu menjadi sebuah tanya? Seharusnya sang ego itu bisa dengan mudah terpuaskan dari tanya tersebut jika manusia mau berdiam dan memandangi alam seperti yang dilakukan Belle saat ini. Pribadi itu jelas nyata terlihat dan terdengar lewat segala keindahan melalui seluruh panca inderanya. Pribadi tak terlihat yang menjaga dan melindungi segala yang ada di muka bumi.

"Tidak," tanggap Zelganus, "Dunia sedang sekarat..."

Gadis kecil itu perlahan membuka kembali kelopak matanya, mengarahkan kristal abu-abu mudanya ke arah bocah lelaki di sampingnya. Kedua matanya tertutup, entah apa yang sedang ada dalam pikiran Zelganus—pernyataannya membuat si gadis kecil penasaran. Gadis kecil itu memiringkan tubuhnya ke arah sang bocah lelaki dan menopangkan siku tangannya ke tanah sementara telapak tangannya memegangi leher jenjangnya yang bersandar disana. Gadis kecil itu tersenyum, hendak membuka mulutnya untuk bertanya pada bocah itu ketika satu sosok lain datang menghampiri mereka dan membuat Zelganus terbelalak terkejut.

"Hai. Boleh gabung?"

Belle menggerakkan tulang lehernya sehingga wajahnya kini bersirobok dengan si pemilik suara. Seorang bocah laki-laki dengan tongkat sihir bercahaya di genggamannya. Belle melihat lis kuning pada jubah bocah itu dan memberikan senyuman serta anggukan pelan sebagai tanda bahwa dia mengiyakan jawaban dari Zelganus untuknya. Bumi terbuka untuk siapa saja, tak terkecuali. Gadis kecil itu kemudian berbaring kembali menatap sang langit yang semakin gelap. Bulan sudah hampir memunculkan diri sepenuhnya, kerlip bintang samar-samar tertangkap di kristal abu-abu mudanya.

Gadis kecil itu menghela nafas perlahan kemudian kembali menatap Zelganus. "Kau tahu, Zelganus? Dunia tak pernah sekarat. Pernah dengar tentang prinsip Gaia? Prinsip itu mengajarkan bahwa Bumi kita adalah suatu badan yang tidak akan membiarkan dirinya sendiri mati. Bumi tidak bisa dihancurkan oleh kebodohan, ketidakpedulian, dan kekejaman umat manusia. Bumi akan menyerang balik. Bumi menjaga dirinya tetap sehat dan seimbang dengan mengubah kondisi untuk mengimbangi dampak dari perbuatan manusia yang melemahkannya. Bumi bisa menolong dirinya sendiri. Tugas kita adalah untuk hidup berdampingan dengan Bumi. Dan sayangnya, sebagian besar manusia tidak menyadari itu. Mereka malah sibuk mengurusi perbedaan antara manusia yang seharusnya menjadi sebuah bagian dari keindahan Bumi. Penyihir dan muggle sama-sama manusia, bukan? Seandainya saja orang-orang di masa lalu itu bisa menarik garis lurus itu dan menghargainya. Bukannya malah bermusuhan dan berperang. Mungkin sekarang tak ada perseteruan berarti antara penyihir dan muggle dan tak ada pengkotak-kotakan status darah yang tidak masuk akal itu."

Keberadaan dua sosok bocah di pinggir danau sepertinya menarik perhatian bocah-bocah lain yang mungkin ingin menikmati bumi. Satu bocah laki-laki Hufflepuff telah bergabung dan kini datang lagi seorang bocah perempuan singa yang dikenalnya sehari setelah Pesta Awal Tahun. Perkenalan aneh yang membahas soal berburu monster danau dan duyung yang berakhir dengan sebuah tinju dari lengan kecilnya ke hidung seorang prefek ular. Belle tertawa kecil lalu mengangkat tubuhnya untuk duduk sambil memeluk kedua lututnya.

"Hai, Glad. Kami hanya sedang berbincang-bincang sambil menikmati bumi. Ingin bergabung?" ujar Belle sembari melempar senyum pada sang gadis singa.

Label: