<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar/6077693976780833028?origin\x3dhttp://nabellemarion.blogspot.com', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
profile journal tagboard affiliates credits
Disclaimer

I'm currently 13 years old


Belle's Diary


Dear Diary ♫

Memorable Stories

Contents

Belle's Bio ♫
Surat Tahun Pertama ♫
Kontrak Sihir ♫
Seleksi Asrama ♫
On A Rollercoaster Ride ♫
Berburu Naga Kerdil ♫
Half Alive ♫
It's Fun, Huh? ♫
I Want My DRAGON ♫
She's a Pedophilia Virus ♫
Pieces of Memory ♫

Archives

Recent Posts
Half Alive
Om, ganteng deh. Jangan ya :)
Kelas Ramuan Pertama
Event Halloween Ball part 3
The Tale of Macturian
Event Halloween Ball part 2
Event Halloween Ball
Berburu Naga Kerdil
Another Universe versi preman
Another Universe (MENGGILA MODE)


Date back by month
November 2009
Desember 2009
Januari 2010
Februari 2010
Mei 2010
Juni 2010
Jumat, 20 November 2009 @ 21.30
`Kelas Terbang

Hari ini kelas terbang. Tentu saja, terbang dengan sapu terbang dong. Itu ciri khas penyihir, bukan? Setidaknya, itu yang diketahui oleh gadis kecil berusia 11 tahun itu soal terbang. Terbang itu kelihatannya menyenangkan, jujur saja dia kadang merasa iri dengan kupu-kupu atau burung-burung yang bebas terbang di angkasa menggunakan sayap mereka yang cantik. Pasti rasanya luar biasa jika bisa terbang seperti mereka. Gadis kecil itu belum pernah diajari terbang oleh Kakek Russia-nya maupun oleh almarhum ayahnya. Hal yang aneh karena mereka telah memperkenalkan sihir-sihir dasar pada gadis itu sejak dini, kecuali terbang—membahasnya pun hampir tidak pernah. Bahkan gadis itu juga belum pernah melihat anggota keluarganya yang manapun terbang menggunakan sapu terbang. Mungkin karena mereka tinggal di dunia muggle? Bisa jadi.

Seperti biasanya, gadis kecil itu melangkah ringan sembari bersenandung. Kali ini kedua kaki kecilnya mengayun bergantian menuju lapangan Quidditch. Sebuah permainan olahraga dunia sihir yang sepertinya merupakan gabungan dari basket, baseball dan sepakbola milik muggle. Menarik, gadis itu sudah membaca beberapa buku mengenai Quidditch meski ia tidak berminat untuk menjadi atlitnya. Gadis itu tidak punya bakat berolahraga, sih. Terbang saja belum jelas dia bisa atau tidak. Lihat saja nanti apakah dia bisa sukses mengendarai sapu terbang atau malah jungkir balik di udara.

Di lapangan Quidditch sudah berkumpul beberapa teman-teman sekelasnya. Beberapa wajah belum terlalu dia kenal, hanya tahu wajah istilahnya. Sambil lalu ia menyapa satu persatu teman-teman yang ia kenal. Mulai dari Faye, Blackrose, White dan Weasley yang dikenalnya pada insiden jatuh beruntun di Diagon Alley. "Hai, teman-teman."

Kemudian perhatiannya teralih pada sesosok anak perempuan berambut pirang yang sedang asyik berselonjor ria di atas rumput sambil berdandan dan minum jus labu. Malah anak itu hendak berbagi jus labu rupanya. Gadis kecil berambut pirang itu tertawa kecil karena tiba-tiba saja ia teringat pada Orateli. Gadis gonjreng itu belum datang, ya? Lucu juga jika membayangkan Orateli dan anak perempuan ini duduk bersanding berdua. Entah akan beradu mulut atau malah akrab bukan main? Sepertinya mereka bisa cocok.

"Hey. Sedang piknik?" sapa gadis kecil itu pada anak perempuan yang memang lebih pantas dibilang sedang piknik ketimbang menunggu kelas terbang dimulai.

*****

Lapangan Quidditch semakin ramai dipenuhi anak-anak tahun pertama yang sibuk berbincang satu dengan lainnya. Beberapa anak terlihat sangat antusias dan tak sabar ingin mencoba pengalaman terbang pertamanya sedangkan beberapa anak yang lain terlihat agak takut dan risih melihat sapu-sapu terbang yang kini berbaris di dekat mereka.

Belle tertawa kecil saat melihat seorang anak perempuan tanpa sengaja terlontar bersama sapu terbang yang dipegangnya—untung saja anak itu tidak apa-apa. Kristal abu-abu mudanya kemudian sibuk memandangi teman-temannya yang asyik mengobrol, tertarik ingin bergabung dan mencoba sapu terbang milik sekolah. Belle benar-benar ingin tahu bagaimana rasanya terbang dengan sapu. Akhirnya gadis kecil itu melangkahkan kaki-kaki kecilnya untuk bergabung dengan teman-teman yang lain setelah terlebih dahulu berpamitan dengan Mortenson yang sepertinya masih asyik berdandan.

Gadis kecil itu pernah bermimpi sedang terbang bersama seekor burung elang. Dia hanya perlu merentangkan tangannya dan tubuhnya melayang begitu saja diangkat oleh sang angin—seperti tokoh Peter Pan. Semilir angin yang menyapu wajahnya saat terbang terasa demikian nyata, rasanya tubuhnya jadi begitu bebas dan ringan. Gadis kecil itu terbang berputar-putar di angkasa bersama sang elang, melakukan roll di udara, menikmati hembusan angin yang meniup helaian rambut pirangnya yang panjang. Benar-benar sebuah mimpi yang menyenangkan meski berakhir dengan mengerikan. Kenapa? Karena di akhir mimpi itu, tiba-tiba Belle kehilangan kemampuan terbangnya dan terjun bebas dengan sangat cepat ke tanah. Gadis kecil itu terbangun sebelum tubuhnya benar-benar tergeletak dengan nafas terengah-engah dan keringat membanjiri wajahnya.

Jika mengingat akhir mimpi itu, terasa agak menakutkan untuk mencoba sapu terbang. Jantungnya jadi sedikit berdebar-debar. Apalagi dia tak punya pengalaman sama sekali. Seandainya saja dulu orang tuanya memperkenalkan dia dengan sapu terbang, pasti dia takkan merasa sebodoh sekarang. Tapi, hampir semua teman-temannya disini pasti sama seperti dia bukan? Maka dari itu ada kelas terbang, kan? Take it easy, baby. Lagipula, keinginan gadis kecil itu untuk merasakan terbang secara nyata jauh lebih besar dari rasa takutnya. Memikirkannya saja sudah membuat adrenalin dalam tubuh Belle berpacu cepat. Senyum kembali terlukis di wajah mungilnya.

Dengan semangat, Belle menghampiri anak lelaki berambut merah yang terlihat sedang asyik membahas soal sapu dengan temannya—setelah mengambil salah satu sapu terbang milik sekolah untuk dipakainya. "Hey, apa kalian pernah mencoba terbang dengan benda ini? Apakah aman? Aku sudah tak sabar ingin mencoba terbang dengannya." ujar Belle pada teman-teman di kelompok tersebut sambil mengacungkan sapu terbang di genggamannya. Rasanya masih janggal membayangkan sebuah sapu jelek dengan ranting disana-sini yang biasa digunakan sebagai alat bersih-bersih itu benar-benar bisa membawa dirinya terbang seperti penyihir-penyihir dalam buku dongengnya. Tapi, ini dunia sihir bukan? Apapun bisa saja terjadi.

Tiba-tiba kristal abu-abu mudanya terpaku menatap ke tempat Madam Hooch berdiri. Ada seseorang yang menghampiri wanita itu, seseorang dengan rambut paling jelek yang pernah dilihatnya, seseorang dengan perilaku paling jahat yang pernah dikenalnya. Mau apa si kakak-tak-berperike-kucing-an itu di sini? Bukankah ini kelas terbang untuk tahun pertama?

Oh, sepertinya kelas ini takkan semenyenangkan dugaannya.

****

Well, anak baik tidak boleh terlalu lama larut dalam kekesalan—itu yang selalu diucapkan Ms.Leona kalau dia sedang kesal. Apalagi ini kelas terbang pertamanya yang seharusnya menjadi kelas yang menyenangkan. Belle menatap prefek Sirius sekali lagi—mendengus lalu membuang muka. Dia takkan biarkan kakak-tak-berperike-kucing-an itu merusak moodnya hari ini. Anggap saja orang itu tidak ada—beres. Pokoknya, hari ini Belle akan bersenang-senang dan terbang melayang bersama sapu layaknya penyihir.

Dialihkannya kembali kedua kristal abu-abu mudanya ke arah Charlie Weasley yang kini sedang berbicara panjang lebar padanya—meresponi sapaannya tadi. Gadis kecil itu menyunggingkan senyum dan mendengarkan setiap perkataan Charlie dengan seksama.

“Belum pernah coba. Dan yah, aku juga. Sepertinya keren. Masalah aman atau tidak, kupikir aman-aman saja kalau sudah bisa menaikinya—”

Gadis kecil itu mengangguk-angguk. Kalau banyak berlatih, pasti akan cepat mahir, bukan? Lagipula ada Madam Hooch yang pasti akan menjaga keselamatan para murid. Dan juga kedua prefek yang ada di depannya itu. Kalaupun nanti dia mungkin akan butuh bantuan, jangan sampai dia terpaksa minta bantuan pada prefek rambut bulu kucing itu.

“—atlit Quidditch menghabiskan hidupnya di lapangan dengan sapu dan mereka baik-baik saja. Jadi kurasa ini aman."

Quidditch? Belle tahu tentang olahraga itu dari buku yang dipinjamnya di perpustakaan, sepertinya itu merupakan olahraga yang menarik dengan enam buah tiang gawang dan empat buah bola terbang ditambah dengan 14 orang pemain. Ingin sekali gadis kecil itu melihat langsung permainannya bahkan mungkin mencoba menjadi salah satu pemainnya. Mungkin saja di kelas hari ini mereka akan belajar sedikit tentang Quidditch. Mudah-mudahan.

"Kecuali kau sengaja membengkokkannya sebelum digunakan."

Oh, please. Orang gila macam apa yang sengaja membengkokkan sapu terbangnya sendiri?

"Mungkin remnya akan terhalang, dan gasnya menjadi terlalu cepat. Itu baru berbahaya. Atau remnya menjadi berfungsi ekstra, dan gasnya tidak bisa dipakai. Itu berbahaya.”

Rem?

Gas?


Gadis kecil itu memandangi sapu di tangannya dengan tatapan heran. Di sebelah mana ada remnya? Di sebelah mana gasnya? Apakah ranting-ranting mencuat itu merupakan pengganti rem dan gas? Tanpa sadar dia menggigit kuku jari telunjuknya—bingung. Saat gadis itu memutar otak mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri, Charlie meladeni seseorang yang sepertinya pemilik sapu kepleset yang melayang ke arah mereka.

“Kira-kira kapan dimulainya, ya?” ujar Charlie saat dia kembali mengalihkan perhatiannya dari si pemilik sapu kepleset itu.

"Entahlah," jawab Belle seraya menaikkan kedua bahunya. "Charlie, memangnya sapu terbang punya rem maupun gas? Yang mana?" tanya Belle sambil menunjuk ke batang sapu terbangnya. Ekspresi bingung tergambar jelas di wajah mungilnya lalu melemparkan senyum untuk menyapa seorang anak laki-laki yang baru saja bergabung dengan mereka.


****

Sepertinya tak ada waktu lagi untuk bercakap-cakap dan mencari tahu seputar sapu terbang dalam genggamannya ini karena seorang senior yang juga adalah ketua murid dari asrama Gryffindor telah mengambil alih seluruh perhatian murid-murid kelas satu yang ada di lapangan Quidditch. Akhirnya kelas dimulai juga, pikir Belle tersenyum. Genggamannya pada batang sapu terbang mengeras sesaat sebelum akhirnya dia letakkan di atas hamparan rumput tipis.

“Yo, pagi semua. Selamat datang di Kelas Terbang. Aku Nazeline Windstroke, tahun ketujuh, salah satu dari asisten kelas terbang Madam Hooch selain tiga kapten Quidditch lainnya.”

Ho... jadi kakak-tak-berperike-kucing-an itu kapten tim Quidditch Slytherin? Belle mengerling sekilas pada Prefek Sirius.

“Ng—hari yang cerah untuk terbang, kan? Kalau begitu, yang berminat untuk melakukan praktek langsung, ayo mulai. Siap semua? Berdiri di samping sapu masing-masing. Perhatikan gerakan dan kata-kataku. Pelajaran pertama adalah… Rentangkan tangan di samping sapumu—dan katakan, ‘naik!’”

Belle menyimak setiap kata yang diucapkan oleh KM Windstroke, iya dia tahu seniornya itu memiliki surname yang sama dengan Arshavin—mungkin mereka bersaudara, pikir Belle. Tapi sekarang bukan waktunya memikirkan soal hubungan keluarga orang lain, sekarang waktunya untuk belajar terbang. Belle berdiri tegap di samping sapu yang tadi dia letakkan di samping kakinya lalu merentangkan tangan seperti yang dilakukan oleh senior di depannya. Dengan jantung berdebar-debar, Belle mengucapkan, "Naik!"

Tak ada yang terjadi, sapunya tidak naik ke dalam cengkeramannya. Belle menoleh pada sapu terbangnya dan melemparkan tatapan memohon, "Kumohon... Naik!" Sapu terbangnya bergetar sesaat di atas rumput sebelum akhirnya melompat ke dalam cengkeraman Belle yang tersenyum puas. "Thank you, sapu."

Bagaimana? Sudah berhasil, semua? Yang sudah berhasil—boleh melakukan praktek selanjutnya. Naik ke atas sapu kalian, dan cobalah untuk mengendalikannya—untuk menukik naik. Ya, terbang. Tidak lebih dari… Hm, lima meter dari atas tanah. Kalian boleh mulai, sekarang. Tunggu apalagi?”

Sekali lagi, Belle meniru gerakan yang dilakukan KM Windstroke, mengangkat sapunya lalu melangkahkan sebelah kakinya sehingga batang sapu itu sekarang melintang di antara kedua kakinya. Waktunya terbang, kawan. Belle menjejakkan kakinya di tanah dan mendorong tubuhnya ke atas sambil berpegangan pada ujung batang sapu yang kini membawanya naik ke langit.

Belle terbang! Dia benar-benar terbang dengan sapu terbang seperti penyihir-penyihir yang dibacanya dalam buku cerita. Binar antusias terlihat jelas di matanya saat gadis kecil itu menatap ke bawah dan melihat orang-orang terlihat semakin kecil. Hembusan angin terasa menyusup di sela-sela surai keemasannya. Menyenangkan sekali. Eh? Sepertinya gadis kecil itu terbang terlalu tinggi. Belle memegang erat batang sapu dan memberikan gerakan membelok, sapu itu menuruti kendalinya dan melakukan putaran halus sebelum akhirnya gadis kecil itu mengarahkan sapunya untuk turun kembali ke daratan.

"Waaahh... terbang itu asyik!" ujarnya riang pada teman-temannya saat kembali ke daratan.

Label: